MAKIYYAH DAN MADANIYYAH
Guna
memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an Semester V
Dosen Pengampuh : Muh. Nashrul
Haqqi, M. Hum
Disusun Oleh:
Abdur Rouf ( 212461 )
Ahmad Surya Achada ( 211006 )
Agus Hidayat ( 211157 )
FAKULTAS TARBIYAH DAN
ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ (UNISNU)
JEPARA
KATA PENGANTAR
Puja-puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini yang berjudul “Makiyyah dan Madaniyyah.”
Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada dosen yang mengampu “Ulumul
Qur’an“ dan teman – teman yang telah memberikan dukungan dalam
menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca dan teman- teman. Amin.
Jepara, 18 Desember 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iii
BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................1
1. Latar Belakang ..................................................................................1
2. Rumusan Masalah
.............................................................................1
3. Tujuan Masalah .................................................................................1
BAB II : PEMBAHASAN...................................................................................2
1. Pengertian
Makkiyah Dan Madaniyah ..............................................2
2. Teori
Klasifikasi Makkiyah Dan Madaniyah.....................................2
3. Dasar Penetapan
Makkiyah Dan Madaniyah Dalam Al-Qur’an …...4
4. Ciri Khas
Ayat-Ayat Makkiyah Dan Madaniyah .............................5
5. Urgensi Ilmu
Makkiyah Dan Madaniyah Bagi Penggalian Hukum Islam ………………………………………………………………..7
BAB III : PENUTUP.............................................................................................9
1. Kesimpulan.........................................................................................9
2. Kritik dan
Saran.................................................................................9
DAFTAR
PUSTAKA …………………………………………………………...10
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Semua bangsa berusaha
keras untuk melestarikan warisan pemikiran dan sendi-sendi kebudayaanya.
Demikian juga umat islam amat memperhatikan keleestarian risalah Muhammad bukan
sekedar risalah ilmu dan pembeharuaan yang hanya diperhatikan sepanjang
diterima akal dan mendapat respon manusia. Tetapi, diatas itu semua ia agama
yang melekat pada akal dan terpateri dalam hati. Oleh sebab itu kita dapati
para pengemban petunjuk yang terdiri atas para sahabat, tabi’in dan generasi
sesudahnya meneliti dengan cermat tempat turunya Qur’an ayat demi ayat, baik
dalam hal waktu ataupun tempatnya.
Penelitian ini merupakan
pilar kuat dalam sejarah perundang-undangan yang menjadi landasan bagi para
peneliti untuk mengetahui metode dakwah, macam-macam seruan, dan pentahapan
dalam penetapan hukum dan perintah.
Orang yang membaca
al-Qur’anul karim akn melihat bahwa ayat-ayat makkiyah mengandung karakteristik
yang tidak ada dalam ayat-ayat madaniah, baik dalam irama maupun maknanya.
B. Rumusan masalah
a. Apa pengertian makkiyah dan madaniah?
b. Apa teori klasifikasi
makkiyah dan madaniah?
c. Bagaimana dasar penetapan
makkiyah dan madaniah dalam al Qur’an?
d. Apa ciri khas ayat-ayat
makkiyah dan madaniah?
e. Bagimana urgensi ilmu
makkiyah dan madaniah bagi penggalian hukum islam?
C. Tujuan masalah
a.
Untuk mengetahui pengertian makkiyah dan madaniah
b. Untuk mengetahui teori
klasifikasi makkiyah dan madaniah
c. Untuk mengetahui penetapan
makkiyah dan madaniah dalam al-qur’an
d.
Untuk mengetahui ciri khas ayat-ayat makkiyah dan madaniah
e. Untuk mengetahui urgensi ilmu makkiyah dan madaniah bagi penggalian
hukum Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Makkiyah dan Madaniyyah
Yang dimaksud dengan ilmu makki dan madani ialah ilmu yang membahas ihwal
bagian al qur’an yang makki dan yang madani baik dari segi arti dan maknanya,
cara-cara mengetahuinya, atau tanda masing-masingnya, maupun macam-macamnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan makki dan madani ialah bagian-bagian kitab suci
al-qur’an, dimana ada sebagiannya termasuk makki dan ada yang termasuk madani.
Tetapi dalam memberikan kriteria bagian mana yang termasuk makki dan
madani dan mana yang termasuk madani itu, atau di dalam mendefinisikan
masing-masingnya.
Para ulama sepakat mengenai penggunaan istilah Makiyyah untuk satu bagian
Al-Quran dan Madaniyah untuk bagian yang
lainnya. Al-Ya’qubi
mengatakan,”Menurut riwayat Muhammad bin Hafsh bin Asad Al-Kufiy, dari Muhammad
bin Katsir dan Muhammad ibn AL-Sa’ib Al-Kalby, dari abu Shalih, dari ibn Abbas,
Bahwa Delapan puluh dua surah Al-Quran diturunkan di Makkah dan Tiga puluh dua
surah diturunkan di madinah.[1]
B.
Teori Klasifikasi Makkiyah dan Madaniah
Ada empat teori dalam menentukan kriteria untuk memisahkan nama bagian
Alqur’an yang makki atau surah atau ayat yang makkiyah, dan mana bagian yang
madani atau surah atau ayat yang madaniyah.
Teori-teori itu ialah sebagai berikut :
1. Teori Mulaahazhatun
Makaanin Nuzuli (teori geografis), yaitu teori yang berorientasi pada tempat turun alqur’an atau tempat turun ayat.
Teori ini mendifinisikan
Makki dan Madani, sebagai berikut :
Alqur’an ayat makkiyah ialah yang turun di mekkah dan sekitarnya,
baik waktu turunnya itu Nabi Muhammad SAW
belum hijrah ke Madinah ataupun sesudah hijrah. Termasuk kategori Makki / Madaniyah
menurut teori ini ialah ayat-ayat yang turun kepada Nabi Muhammad SAW ketika
beliau berada di Mina, Arafah, Hudaibiyah, dan sebagainya.
Alqur’an Madani / surah atau ayat Madaniyah ialah yang turun di madinah dan sekitarnya.
Termasuk madani atau madiniyah menurut teori geografis ini ialah ayat-ayat /
surah yang turun pada Nabi Muhammad SAW sewaktu beliau di badar, Qubq, Madinah,
Uhud, dan lain-lain.
Kelebihan dari teori geografis ini ialah hasil rumusan pengertian Makki dan
Madani ini jelas dan tegas. Jelas, bahwa yang dinamakan Makki adalah ayat /
surah yang turun di Mekkah. Tetap dinamakan Makki, meski ayat / surah turun
di Mekkah itu sesudah Nabi Hijrah ke madinah, Hal ini berbeda dengan rumusan
teori lain, yaitu teori historis, bahwa ayat atau surah yang turun sesudah Nabi
hijrah itu dimasukkan kategori Madani, meski turunnya di Mekkah atau
sekitarnya.
Kelemahan dari teori geografis ini ialah rumusannya tidak bisa dijadikan
patokan, batasan atau definisi. Sebab, rumusannya itu belum bisa mencakup
seluruh ayat alqur’an, karena tidak seluruh ayat alqur’an itu hanya turun di
mekkah dan sekitarnya atau di madinah dan sekitarnya. Kenyataannya, ada beberapa ayat yang turun di luar kedua daerah tersebut.
Misalnya, seperti ayat sebagi berikut yang artinya:
Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu Keuntungan yang mudah diperoleh
dan perjalanan yang tidak seberapa jauh, pastilah mereka mengikuti kamu. (Q.S. At-Taubah:42).
2. Teori Mulaahazhatul
Mukhaathabiina Fin Nuzuuli (teori subjektif), yaitu teori yang berorientasi
pada subjek siapa yang dikhithbah / dipanggil dalam ayat. Jika subjeknya
orang-orang mekkah maka ayatnya dinamakan makiyah.dan jika subjeknya orang-orang
Madinah maka ayatnya disebut Madaniyah.
Menurut teori subyektif ini, yang dinamakan Quran Makki / surah / ayat
Makiyah ialah yang berisi khitab / panggilan kepada penduduk Mekkah dengan
memakai kata-kata: ”Ya Ayyun Naasuha “ (wahai manusia) atau “Yaa Ayyuhal
Kafiruuna” (wahai orang-orang kafir) atau “Yaa Banii Aadama” (hai anak cucu
Nabi Adam ), dan sebagainya. Sebab, kebanyakan penduduk Mekkah adalah
orang-orang kafir, maka di panggil dengan wahai orang-orang kafir atau wahai
manusia, meski orang-orang kafir dari lain-lain daerah ikut dipanggil juga.
Sedangkan yang dimaksud dengan Quran Madani / surah dan ayat Madaniyah
ialah yang berisi panggilan kepada penduduk Madinah. Semua ayat yang dimulai dengan nida’(panggilan) ;”Yaa Ayyuhal Ladzina Aaamanuu”(wahai orang-orang yang beriman) adalah
termasuk ayat / surah Madaniyah. Sebab, mayoritaas penduduk Madinah adalah mukminin, sehingga dipanggil dengan wahai orang-orang yang beriman,meski sebenarnya
kaum mukminin dari daerah-daerah lain juga ikut terpanggil pula.
3. Teori Mulahazhatu Zamaanin
Nuzuuli (teori historis), yaitu teori yang berorientasi pada sejarah waktu
turunnya Alqur’an. Yang dijadikan tonggak sejarah oleh teori ini ialah hijrah
Nabi Muhammad SAW dari mekkah ke Madinah.
Menurut teori ini, ialah ayat-ayat Alquran yang diturunkan sebelum hijrah
Nabi Muhammad SAW ke Madinah, meski turunnya ayat itu di luar kota Mekkah, seperti
ayat-ayat yang turun di mina, arafah, hudaibiyah, ialah ayat-ayat yang turun
setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, meski turunnya di Mekkah atau
sekitarnya, seperti ayat-ayat yang diturunkan di Badar, Uhud, Arafah, dan
Mekkah.
4. Teori Mulahazhatu Ma
Tadhammanat As-Suuratu (teori content analysis), yaitu suatu teori yang
mendasarkan kriterianya dalam membedakan makkiyah dan madaniyyah kepada isi
daripada ayat / surah yang bersangkutan. Yang dinamakan Makiyah menurut teori content analysis ini ialah surah /
ayat yang berisi cerita-cerita umat dan para Nabi / Rasul dahulu. Sedangkan yang disebut Madaniyah adalah surah / ayat yang berisi hukum hudud, faraid, dan sebagainya.
Kelebihan dari teori content analysis
ini adalah,bahwa kriteriannya jelas,sehingga mudah dipahami, sebab gampang dilihat. Orang tinggal melihat saja
tanda-tanda tertentu itu, nampak atau tidak dalam
sesuatu surah / ayat, sehingga dengan demikian
dia mudah menentukannya.
Kelemahannya, pelaksanaan pembedaan
Makiyah dan Madaniyah menurut teori ini tidak praktis. Sebab, orang harus mempalajari
isi kandungan masing-masing ayat dahulu, baru saja mengetahui kriterianya / kategorinya.[2]
C.
Dasar penetapan makkiyah dan madaniah dalam al-Qur’an
Adapun dasar yang dapat menentukan sesuatu surah itu makkiyah atau
madaniyyah, seperti di atas itu ada dua hal, yaitu :
a)
Dasar Aghlabiyah (mayoritas), yakni kalau sesuatu surah itu mayoritas atau
kebanyakan ayat-ayatnya adalah sebaliknya, jika yang terbanyak ayat-ayat dalam
sesuatu surah itu adalah Madaniyyah, atau diturunkan setelah Nabi hijrah ke
madinah, maka surah tersebut disebut sebagai surah madaniyah.
b)
Dasar Taba’iyah (kontinuitas), yakni kalau permulaan sesuatu surah itu
didahului dengan ayat-ayat yag turun di mekkah /
turun sebelum hijrah, maka surah tersebut disebut atau berstatus sebagai surah-surah makiyah. Begitu pula sebaliknya
jika ayat-ayat pertama dari suatu surah itu diturunkan di madinah atau yang
berisi hukum-hukum syariat, maka surah tersebut dinamakan sebagai surah
madaniyah.
D.
Ciri khas ayat-ayat makkiyah dan madaniyah
A.
Makkiyyah
1) Di dalamnya terdapat ayat
sajdah. Tetapi versi
lain menyebutkan bahwa ada perkecualian, yakni untuk surat maryam ayat 98,
ar-ra’d:15, dan al-hajj ayat 18 dan 77.
2) Ayat-ayatnya dimulai
dengan kata kalla
3) Dimulai dengan ungkapan
yaa ayyuhan an-naas dan tidak ada ayat yang dimulai dengan ungkapan yaa ayyuhan
al-ladziina, kecuali dalam surat Al-Hajj (22), karena di penghujung surat itu
terdapat sebuah ayat yang dimulai dengan ungkapan
yaa ayyuha al-ladziina
4) Ayat-ayatnya mengandung
tema kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu kecuali Al-Baqarah.
5) Mayoritas mengandung
seruan tauhid, pokok-pokok keimanan kepada Allah Swt. hari kiamat, penggambaran keadaan surga dan neraka, soal-soal azab, pahala dan nikmat, kebaikan dan kejahatan.
6) Kebanyakan menyeru kepada manusia untuk berperan mulia dan berjalan diatas rel
kebenaran, serta urusan-urusan kebajikan dan keluhuran lainnya.
7) Ayat-ayatnya dimulai
dengan huruf-huruf terpotong-potong (huruf at-tahajji) seperti alif lam mim dan
sebagainya, kecuali surat Al-Baqarah (2) dan Ali ‘imran (3).
B.
Madaniyyah
1) Mengandung
ketentuan-ketentuan farai’dh dan hadd
2) Mengandung
sindiran-sindiran terhadap kaum munafik kecuali surat Al-Ankabut
3) Mengandung uraian tentang
perdebatan dengan ahli kitab
4) Dalam surat Madaniyyah menggunakan kalimat ya ayyuhal lazina amanu (
hai orang-orang yang beriman )
Sedangkan berdasarkan
titik tekan tematis, para ulama merumuskan ciri-ciri spesifik Makkiyah dan
Madaniyyah sebagai berikut : [3]
1)
Makkiyah
a) Menjelaskan ajakan
monotheisme, ibadah kepada Allah semata, penetapan risalah kenabiaan, penetapan
hari kebangkitan dan pembalasan, uraian tentang kiamat dan perihalnya, neraka
dan siksanya, surga dan kenikmatannya, dan mendebat kelompok musyrikin dengan
argumentasi-argumentasi rasional dan naqli.
b) Menetapkan fondasi-fondasi
umum bagi pembentukan hukum syara’ dan keutamaan akhlak yang harus dimiliki
anggota masyarakat. Juga berisikan celaan-celaan terhadap kriminalitas yang
dilakukan kelompok musyrikin, misalnya mengambil harta anak yatim secara zalim
serta uraian tentang hak-hak.
c) Menuturkan kisah para Nabi
umat-umat terdahulu serta perjuangan Muhammad dalam menghadapi
tantangan-tantangan kelompok musyrikin.
d) Ayat dan suratnya
pendek-pendek dan nada serta perkataannya agak keras.
e) Banyak mengandung
kata-kata sumpah.
2)
Madaniyyah
(a) Menjelaskan permasalahan
ibadah, muamalah, hudud, bangunan rumah tangga, warisan, keutramaan jihad, kehidupan sosial, aturan-aturan pemerintahan menangani
perdamaian dan peperangan, serta persoalan-persoalan pembentukan hukum syara’
(b) Mengkhitabi Ahli Kitab Yahudi
dan Nasrani dan mengajaknya masuk islam, menguraikan perbuatan mereka yang telah menyimpangkan Kitab Allah dan menjauhi kebenaran serta
perselisihannya setelah datang kebenaran.
(c) Mengungkap langkah-langkah
orang-orang munafik.
(d) Surat dan sebagian ayatnya panjang serta menjelaskan hukum secara jelas dan menggunakan ushlub
yang jelas pula.
Ciri-ciri spesifik yang
dimiliki Madaniyyah, baik dilihat dari perspektif analogi ataupun tematis,
memperlihatkan langkah-langkah yang ditempuh islam dalam mensyariatkan
peraturan-peraturannya, yaitu dengan cara periodik hirarkis (tadarruj).
Laporan-laporan sejarah
telah membuktikan adanya sistem sosiokultural yang berbeda antara Mekkah dan
Madinah. Mekkah dihuni komunitas atheis yang keras kepala dengan aksinyayang
selalu menghalangi dakwah Nabi dan para sahabatnya, sedangkan di Madinah
setelah Nabi hijrah ke sana, terdapat tiga komunitas : komunitas muslim yang
terdiri atas kelompok Muhajirin dan Anshor, komunitas munafik, dan komunitas
Yahudi. Al-Qur’an menyadari perbedaan sosiokultural antara keduatempat itu.
Oleh karena itu, alur pembicaraan ayat yang diturunkan bagi penghuni Mekkah
sangat berbeda dengan alur yang diturunkan bagi penduduk Madinah.[4]
E.
Urgensi Ilmu Makkiyah Dan Madaniah Bagi Penggalian Hukum Islam
An-Naisaburi dalam kitabnya At-Tanbih ‘Ala Fadhl ‘Ulum Al-Quran, mengandung
subjek Makkiyah dan Madaniyyah sebagai ilmu Al-Quran yang paling utama.
Sementara itu, Manna’ Al-Qaththan mencoba lebih jauh lagi dalam mendeskripsikan
urgensi mengetahui Makkiyyah dan Madaniyyah sebagai berikut:
A.
Membantu dalam menafsirkan Al-Quran
Pengetahuan tentang para
mufasir dalam peristiwa di seputar turunya Al-Quran tentu sangat membantu
memahami dan menafsirkan ayat-ayat Al-Quran, kendati pun ada teori yang
mengatakan bahwa keumuman redaksi Ayat yang harus menjadi patokan dan bukan
kekhususan sebab. Dengan mengetahui kronologis Al-Quran pula, seorang musafir
dapat memecahkan makna kontraduktif dalam dua ayat yang berbeda, yaitu dengan
pemecahan konsep Nasikh-Mansukh yang hanya dapat diketahui melalui kronologi
Al-Quran,
B. Pedoman bagi
langkah-langkah dakwah
Setiap kondisi tentu saja
memerlukan ungkapan yang relevan. Ungkapan dan intonasi berbeda yang digunakan
ayat-ayat Makkiyah dana ayat-ayat Madaniyyah memberikan informasi metodologi
bagi cara-cara menyampaikan dakwah agar relevan dengan orang yang
diserunya. Karena itu, dakwah islam berhasil mengetuk hati dan menyembuhkan
setiap langkah dakwah memiliki objek kajian dan metode tertentu, seiring dengan
perbedaan kondisi sosio-kultural manusia.periodisasi Makkiyyah dan Madaniyyah
telah memebrikan contoh untuk itu.
C. Memberi informasi tentang
sirah kenabian
Penahapan turunya wahyu adalah seiring dengan perjalanan dakwah Nabi, baik
di mekkah atau madinah, mulai diturunkannya wahyu pertama sampai diturunkannya
wahyu terakhir. Al-Qur’an adalah rujukan otentik bagi perjalanan dakwah Nabi
itu. Informasinya sudah tidak dapat diragukan lagi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ilmu makki dan madani ialah ilmu yang membahas ihwal bagian al qur’an yang
makki dan yang madani, baik dari segi arti dan maknanya, cara-cara
mengetahuinya, atau tanda masing-masingnya, maupun macam-macamnya. Sedangkan
yang dimaksud dengan makki dan madani ialah bagian-bagian kitab suci alqur’an,
dimana ada sebagaiannya termasuk makki dan ada yang termasuk madani.
Ciri-ciri spesifik yang dimiliki Madaniyyah, baik dilihat dari perspektif
analogi ataupun tematis, memperlihatkan langkah-langkah yang ditempuh islam
dalam mensyariatkan peraturan-peraturannya, yaitu dengan cara periodik hirarkis
(tadarruj).
B.
Kritik dan Saran
Kami menyadari
dalam pembuatan makalah ini banyak terdapat kekurangannya, untuk itu kami
sangat mengharapkan masukan-masukan untuk menunjang perbaikan makalah ini untuk
menuju kearah kesempurnaan. Semoga makalah yang sederhana ini bisa bermanfaat
bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Djalal, Abdul.
2008. Ulumul Al Qur’an. Surabaya : Dunia Ilmu
Natsir, Arsyad. 1996. Seputar Al-Quran , Hadist dan Ilmu. Bandung : Penerbit
Al-Bayan
Anwar, Rosihan.
2004. Ulumul Qur’an. Bandung : CV. Pustaka Setia
Tengku Muhammad Hasbi Ash
Shiddieqy. 2002. Ilmu-Ilmu
Al Qur’an. Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra
No comments:
Post a Comment