Sunday, November 9, 2014

Studi Kasus Tentang Siswa yang malas belajar 

BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Dalam perkembangan dan kehidupan setiap manusia sangat mungkin timbul berbagai permasalahan. Baik yang dialami secara individual, kelompok, dalam keluarga, lembaga tertentu atau bahkan bagian masyarakat secara lebih luas. Untuk itu ditentukan adanya bimbingan sebagai suatu usaha pemberian bantuan yang diberikan baik kepada individu maupun kelompok dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi. Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan dalam memberikan bimbingan adalah memahami individu (dalam hal ini peserta didik) secara keseluruhan, baik masalah yang dihadapinya maupun latar belakangnya. Sehingga peserta didik diharapkan dapat memperoleh bimbingan yang tepat dan terarah.
Untuk mengetahui kondisi dan keadaan siswa, banyak metode dan pendekatan yang digunakan, salah satu yang dapat digunakan yaitu studi kasus (Case Study). Dalam perkembangannya, oleh karena kompleksitas permasalahan yang dihadapi siswa dan semakin majunya pengembangan teknik-teknik pendukung, seperti hanya teknik pengumpulan data, teknik identifikasi masalah, analisis, interpretasi, dan treatment – metode studi kasus terus diperbarui.
Studi kasus akan mempermudah konselor sekolah untuk membantu memahami kondisi siswa seobyektif mungkin dan sangat mendalam. Membedah permasalahan dan hambatan yang dialami siswa sampai ke akar permasalahan, dan akhirnya konselor dapat menentukan skala prioritas penanganan dan pemecahan masalah bagi siswa tersebut.

B.   Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut:
1.    Apa pengertian studi kasus bimbingan dan konseling ?
2.    Apa fungsi, sasaran, orientasi baru, jenis dan sifat masalah dalam studi kasus?
3.    Bagaimana langkah-langkah Menyelesaikan Kasus ?
4.    Apa kegiatan Layanan dan Pendukung Bimbingan dan Konseling ?

C.   Tujuan Penulisan
Tujuan penulisannya adalah sebagai berikut:
1.    Agar mengetahui pengertian kasus dalam bimbingan dan konseling
2.    Agar mengetahui fungsi, sasaran, orientasi baru, jenis dan sifat masalah dalam studi kasus
3.    Agar langkah-langkah Menyelesaikan Kasus
4.    Agar mengetahui kegiatan Layanan dan Pendukung Bimbingan dan Konseling


BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian Studi Kasus dalam Bimbingan Konseling
Beberapa pengertian studi kasus dalam bimbingan konseling adalah sebagai berikut:
1.    Studi kasus adalah suatu teknik mempelajari seorang individu secara mendalam untuk membantu memperoleh penyesuaian diri yang lebih baik. (I.Djumhur, 1985).
2.    Studi kasus adalah metode pengumpulan data yang bersifat integrative dan komprehensif. Integrative artinya menggunakan berbagai teknik pendekatan dan bersifat komprehensif yaitu data yang dikumpulkan meliputi seluruh aspek pribadi individu secara lengkap (Dewa Ketut Sukardi, 1983).
3.    Studi kasus dalam pelayanan bimbingan merupakan metode untuk mempelajari keadaan dan perkembangan seorang siswa secara lengkap dan mendalam, dengan tujuan untuk memahami individualitas siswa dengan baik dan membantunya dalam perkembangan selanjutnya. (Kasie and Hermien)
Studi kasus merupakan teknik yang paling tepat digunakan dalam pelayanan bimbingan dan konseling karena sifatnya yang komprehensif dan menyeluruh. Studi kasus menggunakan hasil dari bermacam-macam teknik dan alat untuk mengenal siswa sebaik mungkin, merakit dan mengkoordinasikan data yang bermanfaat yang dikumpulkan melalui berbagai alat. Data itu meliputi studi yang hati-hati dan interpretasi data yang berhubungan dan bertalian dengan perkembangan dan problema serta rekomendasi yang tepat.
Jadi berdasarkan pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa studi kasus adalah suatu studi atau analisa komprehensif dengan menggunakan berbagai teknik. Bahan dan alat mengenai gejala atau ciri-ciri/karakteristik berbagai jenis masalah atau tingkah laku menyimpang, baik individu maupun kelompok. Analisa itu mencakup aspek-aspek kasus seperti jenis, keluasan dan kedalaman permasalahannya, latar belakang masalah (diagnosis) dan latar depan (prognosis), lingkungan dan kondisi individu atau kelompok dan upaya memotivasi terungkapnya masalah kepada guru pembimbing (konselor) sebagai orang yang mengkaji kasus. Data yang telah didapatkan oleh konselor kemudian dinvertaris dan diolah sedemikian rupa hingga mudah untuk diinterpretasi masalah dan hambatan individu dalam penyesuaiannya.

B.   Fungsi Studi Kasus
            Studi Kasus diadakan untuk memahami siswa sebagai individu dalam keunikannya dan dalam keseluruhannya. Kemudian dari pemahaman siswa yang mendalam, konselor dapat membantu siswa untuk mencapai penyesuaian yang lebih baik. Dengan penyesuian pada diri sendiri serta lingkungannya, sehingga siswa dapat menghadapi permasalahan dan hambatan hidupnya, dan tercipta keselarasan dan kebahagiaan bagi siswa tersebut.[1]

C.   Sasaran Studi kasus
Sasaran studi kasus adalah individu yang menunjukan gejala atau masalah yang serius, sehingga memerlukan bantuan yang serius pula. Yang biasanya dipilih menjadi sasaran bagi suatu studi kasus adalah murid yang menjadi suatu problem (problem case), jadi seorang murid membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan lebih baik, asal murid itu dalam keadaan sehat rohani atau tidak mengalami gangguan mental.[2]

D.   Orientasi Baru Bimbingan dan Konseling
Pada masa sebelumnya (atau mungkin masa sekarang pun, dalam prakteknya masih ditemukan)  bahwa penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling cenderung bersifat klinis-therapeutis atau menggunakan pendekatan kuratif, yakni hanya berupaya menangani para peserta didik yang bermasalah saja. Padahal kenyataan di sekolah jumlah peserta didik  yang bermasalah atau berperilaku menyimpang mungkin hanya satu atau dua orang saja. Dari 100  orang peserta didik paling  banyak 5 hingga 10 (5% - 10%). Selebihnya, peserta didik yang tidak memiliki masalah (90% -95%) kerapkali tidak tersentuh oleh layanan bimbingan dan konseling. Akibatnya, bimbingan dan konseling memiliki citra buruk  dan sering dipersepsi keliru oleh peserta didik, guru bahkan kepala sekolah. Ada anggapan bimbingan dan konseling merupakan “polisi sekolah”, tempat menangkap, merazia, dan menghukum para peserta didik yang melakukan tindakan indisipliner. Anggapan lain yang keliru bahwa bimbingan dan konseling sebagai “keranjang sampah” tempat untuk menampung semua masalah peserta didik,  seperti peserta didik yang bolos,  terlambat SPP, berkelahi, bodoh, menentang guru dan sebagainya. Masalah-masalah kecil seperti itu dapat diantisipasi dan diatasi oleh para guru mata pelajaran atau wali kelas dan tidak perlu diselesaikan oleh guru pembimbing.
Mengingat keadaan seperti itu, kiranya perlu adanya orientasi baru bimbingan dan konseling yang bersifat pengembangan atau developmental  dan pencegahan pendekatan preventif.[3]

E.   Jenis dan Sifat Masalah
1.    Jenis Masalah
a.    Masalah belajar
Masalah belajar merupakan salah satu jenis masalah yang di anggap serius karena belajar merupakan inti dari pendidikan. Dalam hal ini masalah belajar menyangkut motivasi belajar siswa yang dapat mempengaruhi kemajuan belajar peserta didik, oleh karena itu di sekolah perlu adanya layanan bimbingan yang membantu mengatasi masalah yang dihadapi siswa maka pembimbing betul-betul memberikan bimbingan yang sesuai dengan keadaan anak.
b. Masalah keluarga
Dalam memberikan layanan bimbingan kepada klien tidak terlepas dari lingkungan keluarga klien tiu sendiri. Dalam pembimbing harus mengetahui latar belakang klien yang bersangkutan, oleh sebab itu pembimbing perlu mengadakan kunjungan ke rumah klien untuk menjalin keakraban klien tersebut, sehingga pembimbing memperoleh titik terang tentang permasalahan kliennya.
c. Pengisian waktu luang
Seorang pembimbing juga di anggap perlu mengetahui pemanfaatan dan pengisian waktu luang kliennya di luar lingkungan sekolah, kegiatan apa saja yang dilakukan dalam mengisi waktu luang di lingkungan rumah, apakah klien tersebut dapat membagi antara waktu bermain dengan waktu belajar semua itu harus di kontrol oleh seorang pembimbing, sehingga dapat memberikan layanan sesuai dengan latar belakang permasalahan siswa yang bersangkutan.
d. Pergaulan dengan teman sebaya
Pergaulan di lingkungan bermain dapat mempengaruhi perkembangan moral seorang anak yang sangat besar pengaruhnya terhadap pola sikap dan kepribadian seorang anak, oleh karena itu untuk melakukan bimbingan seorang.
Pembimbing tidak terlepas dari lingkungan teman bermain kliennya.
2.    Sifat Masalah
a.    Masalah belajar
Masalah belajar adalah salah satu masalah yang di anggap serius, karena itu perlu adanya solusi untuk memecahkan masalah ini. Adapun solusi yang kami berikan adalah memberikan bimbingan dan dorongan tentang jangkauan masa depan, maka di perlukan adanya motivasi untuk meningkatkan prestasinya serta giat membaca agar terbiasa dan terlatih yang pada ahirnya mudah memahami isi bacaan.
b.   Masalah kepribadian
Masalah kepribadian solusinya adalah dengan memberikan dorongan untuk mengintrospeksi diri dari sikapnya selama ini terhadap teman-temannya, guru dan keluarganya. Dan memberi masukan bagaimana sikap yang baik terhadap orang yang ada di sekitar kita.
c.    Masalah keluarga
Keluarga merupakan pendidik yang pertama dan utama bagi seorang anak, maka kami memberikan solusi terhadap masalah keluarga yang di alami klien ini. Solusinya adalah berusaha menjalin keakraban dengan keluarga terutama masalah belajar di sekolah.
d. Konfidental
Konselor adalah seorang yang mempunyai tugas dan kewajiban membantu memecahkan masalah yang sedang di alami oleh siswa secara individu atau kelompok untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Untuk menjadi konselor yang baik tidak mudah melainkan harus mempunyai / memenuhi persyaratan-persyaratan, baik persyaratan pendidikan atau persyaratan kepribadian. Hal ini di sebabkan karena konselor sebelum memberikan bantuan atau treatment yaitu berusaha untuk mendapat informasi yang berhubungan dengan kasus yang di hadapi dan untuk memperoleh data yang baik dalam arti data tersebut dapat dipercaya atau dapat di pertanggung jawabkan.
e. Identitas klien
Salah satu yang di peroleh konselor adalah mengenai identitas klien. [4]

F.   Langkah-langkah Menyelesaikan Kasus
1.    Tinjauan Awal Tentang Kasus
Dalam Kamus Bahasa Indonesia dapat dibaca bahwa kasus berarti soal atau perkara atau keadaan sebenarnya suatu urusan atau perkara. Apabila kasus itu dihubungkan dengan seseorang, maka ini berarti bahwa pada orang yang dimaksudkan itu terdapat “soal” atau “perkara” tertentu.
Dalam bimbingan dan konseling pemakaian kata “kasus” tidak menjurus kepada pengertian-pengertian tentang soal-soal ataupun perkara-perkara yang berkaitan dengan urusan kriminal atau perdata, urusan hokum ataupun polisi, atau urusan yang bersangkut paut dengan pihak-pihak yang berwajib. Kata “kasus” dipakai dalam bimbingan dan konseling sekadar untuk menunjukkan bahwa “ada sesuatu permasalahan tertentu pada diri seseorang yang perlu mendapatkan perhatian dan pemecahan demi kebaikan untuk diri yang bersangkutan.
Dengan demikian pemakaian kata “kasus” sepenuhnya menghindarkan pengertian-pengertian yang negative, mencela atau meremehkan atau mengecilkan hatinorang yang bersangkutan, menuduh, menjelek-jelekkan, mempergunjingkan, memperolokkan, membuka aib orang, dan lain sebagainya. Sebaliknya, pembicaraan tentang kasus yang menyangkut seseorang justru bermaksud hendak memahami permasalahan yang diderita orang itu sebagaimana adanya untuk dapat dicarikan jalan pemecahannya secara tepat dan berhasil.
Perhatikanlah kasus berikut ini:
Seorang siswa SMA kelas III-IPS, laki-laki menunjukkan gejala jarang masuk sekolah, sering melanggar tata tertib sekolah, dan prestasi belajarnya rendah. Siswa tersebut sering bolos, terutama kalau akan menghadpi mata pelajaran matematika. Pada akhir tahun yang laluyang bersangkutan termasuk salah seorang siswa yang dipermasalahkan untuk kenaikan kelasnya. Di rumah, siswa tersebut tidak mempunyai tempat belajar sendiri, dia belajar ditempat tidurnya. Ia banyak membantu kegiatan keluarga sehingga seringkali terlambat masuk sekolah. Data lain menunjukkan bahwa siswa yang bersangkutan adalah anak keenam dari sebelas bersaudara. Tiga orang saudaranya sudah berada di Perguruan Tinggi, dan salah seorang adiknya juga di kelas III bagian IPA di sekolah yang sama. Siswa yang bersangkutan sebenarnya kurang berminat terhadap bidang studi IPA. Dalam menyelesaikan salah satu tugas rumahnya pernah terjadi bentrok dengan salah seorang gurunya.
Pada kasus ini ada permasalahan tertentu yang perlu mendapatkan perhatian dan ditangani saksama. Permasalahan yang ada pada setiap kasus dapat dilihat dalam kaitannya dengan keempat dimensi kemanusiaan. Dalam rangka itu permasalahan utama yang secara langsung ditampilkan deskripsi kasus itu dapat dicatatkan sebagai berikut:
Individualitas:
-       Prestasi belajar rendah
-       kurang berminat pada IPA
Sosialitas:
-       bentrok dengan guru
Moralitas:
-       melanggar tata tertib
-       membolos
Religiusitas
Pada masalah diatas, dalam butir “sering bertengkar” diletakkan pada dimensi sosialitas. Peletakan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa tingkah laku “sering bertengkar” itu berkaitan sangat erat dengan hubungan bersama orang lain, keadaan “sering bertengkar” hanya terjadi apabila orang-orang yang bersangkutan berhubungan dengan orang. Namun demikian, perilaku “sering bertengkar” itu kurang memahami aturan, sopan santun, dan nilai-nilai lain yang berlaku dalam berhubungan dengan orang lain, ia mau benar dan menang sendiri tanpa mempedulikan aturan dan nilai-nilai tersebut. Jika demikian keadaannya, maka sebenarnya butir “sering bertengkar” dapat juga ditempatkan pada dimensi moralitas.
Pada setiap butir permasalahan dapat saja ditempatkan pada dua atau bahkan tiga dimensi sesuai dengan keterkaitannya. Hali ini juga mengacu pada keempat dimensi kemanusiaan yang tidak dapat dipisahkan satu dari yang lainnya.
Setelah diketahui adanya kasus tertentu, bagaimana selanjutnya? Satu hal yang dapat dilakukan ialah membayangkan “apa yang akan terjadi atau akibat-akibat apa yang timbul apabila kasus tersebut dibiarkan berlarut-larut. Pada kasus diatas misalnya, apa yang akan terjadi apabila keadaan “prestasi rendah, kurang berminat pada IPA, bentrok dengan guru, melanggar tata tertib, membolos, dan terlambat masuk sekolah” itu berkelanjutan?
Diduga kuat bahwa siswa tersebut akan semakin tidak mampu menjalani proses pendidikannya di sekolah itu, dan akhirnya bisa gagal. Dapat dibayangkan bagaimana repotnya siswa tersebut menempatkan dirinya dalam suasana sekolah yang baginya amat tidak menyenagkan, bagaimana ia menghadapi tugas-tugas sekolah yang dirasakannya sebagai beban berat, bagaimana ia akan mempertanggungjawabkan nilai-nilainya yang semakin rendah itu, dan lain sebagainya. Besar kemungkinan siswa itu akan tidak naik kelas, dan boleh jadi akan dikeluarkan dari sekolahnya.
2.         Pemahaman Terhadap kasus
            Dalam menghadapi suatu kasus yang dialami oleh seseorang, ada tiga hal utama yang perlu diselenggarakan, yaitu penyikapan, pemahaman dan penanganan terhadap kasus tersebut.[5]
            Pemahaman yang lebih mendalam terhadap kasus dilakukan untuk mengetahui lebih jauh berbagai seluk-beluk kasus tersebut. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam terhadap suatu kasus, maka perlu dilakukan penjelajahan yang luas dan intensif. Misalnya melalui wawancara khusus dengan seseorang yang mempunyai permasalahan (wawancara konseling), memeriksa kumpulan data (commulatif record).
            Satu hal lagi yang dapat menjadi bekal bagi pengembangan pemahaman terhadap suatu kasus ialah bagaimana dapat dibayangkan berbagai kemungkinan yang bersangkut-paut dengan kasus itu, terutama dilihat dari segi rincian permasalahannya, kemudian sebab-sebabnya dan kemungkinan akibat-akibatnya.
            Pada diri konselor pertama-tama perlu dikembangkan konsep atau ide-ide yang cukup kaya tentang berbagai kasus. Karena hal tersebut merupakan bekal dan ancangan bagi konselor untuk berusaha menjelajahi kasus yang dihadapinya untk memperoleh pemahaman yang mantab tentang kasus itu.
Kemungkinan rincian, sebab dan aibat permasalahan yang terkandung di dalam setiap kasus
Contoh kasus siswa yang sering terlambat masuk kelas.
1.    Gambaran yang lebih rinci:
a.   Sering tiba di sekolah setelah jam pelajaran dimulai
b.   Memakai waktu istrahat melebihi waktu yang ditentukan
c.   Sengaja terlambat masuk kelas meskipun tahu jam pelajaran sudah mulai.
2.  Kemungkinan sebab:
a.    Jarak antara sekolah dan rumah jauh
b.    Kesulitan kendaraan
c.    Terlalu banyak kegiatan di rumah, membantu orang tua
d.   Terlambat bangun
e.    Gangguan kesehatan
f.     Tidak menyukai suasana sekolah
g.    Tidak menyukai satu atau lebih mata pelajaran
h.    Tidak menyiapkan Pekerjaan Rumah (PR)
i.      Kurang mempunyai persiapan untuk kegiatan di kelas
j.      Terlalu asyik dengan kegiatan di luar sekolah.
3. Kemungkinan Akibat
a.   Nilai rendah
b.   Tidak naik kelas
c.   Hubungan dengan Guru terganggu
d.  Hubungan dengan kawan sekelas terganggu
e.   Kegiatan di luar sekolah tidak terkendali.[6]
3.         Penanganan Kasus
Penanganan kasus pada umumnya dapat dilihat sebagai keseluruhan perhatian dan tindakan seseorang terhadap kasus (yang dialami oleh seseorang) yang dihadapkan kepadanya sejak awal  sampai dengan diakhirinya perhatian dan tindakan  tersebut. Dalam pengertian itu penanganan kasus meliputi :
1.    Penanganan awal tentang kasus (dimulai sejak mula kasus itu dihadapkan).
2.    Pengembangan tentang ide  perincian masalah yang terkandung didalam kasus itu.
3.    Penjelajahan lebih lanjut tentang segala seluk beluk kasus tersebut .
4.    Mengusahakan upaya –upaya kasus untuk mengatasi atau memecahkan sumber pokok permasalahan itu.
Dilihat secara lebih khusus, penanganan kasus dapat dipandang sebagaim upaya – upaya khusus untuk secara langsung menangani sumber pokok permasalahan dengan tuijuan utama teratasinya atau terpecahnya permasalahan yang dimaksudkan.Demilian penanganan kasus dalam pengertian yang khusus menghendaki strategi dan teknik-teknik yang sifatnya khas  sesuai dengan permaalahan yang akan ditangani itu. Setiap permasalahan pokok biasanya memerlukan strategi da teknik tersendiri.
Penanganan kasus, baik secara umum (menyeluruh) khusus tidak mudah. Berbagai pihak dan sumber daya sering kali perlu diaktifkan dan dipadukan demi teratasinya permasalahan yang dialami oleh seseorang. Apabila konselor berhasil sebesar-besarnya mengerahkan berbagai pihak dan sumber daya, keberhasilan penanganan kasus akan lebih dijamin. Pihak yang paling utama harus dilibatkan secara langsung ialah orang yang mengalami masalah itu sendiri. Orang itu perlu aktif berpartisipasi dalam mendiskripsikan masalah-masalahnya, dalam penjelajahan masalah itu lebih lanjut, dan dalam pelaksanaan strategi serta teknik-teknik khusus penanganan atau pemecahan masalah. Tanpa partisipasi langsung  dan aktif orang yang mengalami masalah, keberhasilan upaya dalam bimbingan  dan konseling amat diragukan, atau boleh jadi akan nihil sama sekali. Pihak lain dalam urutan kedua yang perlu dilibatkan, kalau dapat secara langsung, ialah orang-orang yang amat besar pengaruhnya kepada orang yang mengalami masalah iitu, seperti orang tua, guru, serta orang lain yang amat dekat hubungannya. Orang –orang yang sangat berpengaruh biasanya memiliki sumber daya yang sebesar-besarnya dapat dimanfaatkan dalam penanganan masalah yang dialami itu. Selanjutnya, pihak-pihak dan sumberdaya lain yang perlu dikerahkan ialah berbagai unsur  yang terdapat dilingkungan orang yang mengalami masalah, baik lingkungan social, fisik maupun lingkungan budaya.
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam pengerahan berbagai pihak  dan sumbserta unsure itu ialah:
a.    Perlibatan pihak-pihak, sumber dan unsur-unsur lain diluar diri orang yang mengalami masalah.
b.    Pihak-pihak, sumber dan unsur- unsure yang akan dilibatkan dan dipilih secara seksama
c.    Peranan masing-masing pihak, sumber dan unsur yang dilibatkan hendaknya dijelaskan secara rinci bagi pihak, sumber, unsure yang dilibatkan itu, maupun bagi orang yang mengalami masalah itu sendiri.

4.         Penyikapan Kasus
Penyikapan terhadap kasus berlangsung sejak awal penerimaan kasus untuk ditangani sampai dengan berakhirnya keterlibatan perhatian dan tindakan Guru Pembimbing terhadap kasus tersebut. Penyikapan yang menyeluruh itu mencakup segenap aspek permasalahan dan segenap langkah ataupun pertahapan pada sepanjang proses penanganan kasus secara menyeluruh.
            Penyikapan pada umumnya mengandung unsur-unsur kognisi, afeksi, dan perlakuan terhadap obyek yang disikapinya. Unsur kognisi mengacu kepada wawasan, keyakinan, pemahaman, penghayatan, pertimbangan dan pemikiran Guru Pembimbing tentang keberadaan manusia, hakekat dimensi kemanusiaan dan pengembangannya, pengaruh lingkungan, peranan pelayanan bimbingan dan  konseling, kasus dan berbagai permasalahan yang dikandungnya, pemahaman dan penanganan kasus. Unsur afeksi menyangkut suasana perasaan, emosi dan kecenderungan bersikap berkenaan dengan keberadaan manusia sampai dengan penanganan kasus tersebut. Unsur perlakuan berkaitan dengan tindakan terhadap kasus yang ditangani, sejak diserahkannya kasus sampai berakhirnya keterlibatan penanganan.[7]

G. Kegiatan Layanan dan Pendukung Bimbingan dan Konseling
Kegiatan layanan merupakan kegiatan dalam rangka memenuhi fungsi-fungsi bimbingan dan konseling. Sedangkan kegiatan pendukung merupakan kegiatan untuk menopang terhadap keberhasilan layanan yang diberikan.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional saat ini terdapat tujuh jenis layanan dan lima kegiatan pendukung. Namun sangat mungkin akan semakin berkembang, baik dalam jenis layanan  maupun kegiatan pendukung. Para ahli bimbingan di Indonesia saat ini sudah mulai meluncurkan dua jenis layanan baru yaitu layanan konsultasi dan layanan mediasi. Namun, kedua jenis layanan ini belum dijadikan sebagai kebijakan formal dalam sistem pendidikan.
Untuk lebih jelasnya, akan diuraikan tujuh jenis layanan dan lima kegiatan pendukung bimbingan dan konseling yang diterapkan dalam pendidikan nasional.
1.         Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling
a.    Layanan Orientasi
Layanan orientasi merupakan layanan yang memungkinan peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya peserta didik di lingkungan yang baru itu, sekurang-kurangnya diberikan dua kali dalam satu tahun yaitu pada setiap awal semester. Tujuan layanan orientasi adalah agar peserta didik dapat beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru secara tepat dan memadai, yang berfungsi  untuk pencegahan dan pemahaman.
b.   Layanan Informasi
Merupakan layanan yang memungkinan peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi (seperti:informasi belajar, pergaulan, karier, pendidikan lanjutan). Tujuan  layanan informasi adalah membantu  peserta didik  agar dapat mengambil keputusan secara tepat berdasarkan informasi yang diperolehnya yang memadai. Layanan informasi pun berfungsi  untuk pencegahan dan pemahaman.
c.    Layanan Pembelajaran
Merupakan layanan yang memungkinan peserta didik mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik dalam menguasai materi belajar atau penguasaan kompetensi yang cocok dengan kecepatan  dan kemampuan dirinya serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya, dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik.  Layanan pembelajaran berfungsi untuk pengembangan.
d.   Layanan Penempatan dan Penyaluran
Merupakan layanan yang memungkinan peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, kegiatan ko/ekstra kurikuler, dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan segenap bakat, minat dan segenap potensi lainnya. Layanan Penempatan dan Penyaluran berfungsi untuk pengembangan.


e.    Layanan Konseling Perorangan
Merupakan layanan yang memungkinan peserta didik mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perorangan) untuk mengentaskan permasalahan yang dihadapinya dan perkembangan dirinya. Tujuan  layanan konseling perorangan adalah agar peserta didik dapat mengentaskan masalah yang dihadapinya. Layanan Konseling Perorangan berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.
f. Layanan Bimbingan Kelompok
Merupakan layanan yang memungkinan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui  dinamika kelompok, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui  dinamika kelompok. Layanan Bimbingan Kelompok berfungsi untuk pemahaman dan pengembangan.
g.  Layanan Konseling Kelompok
Merupakan layanan yang memungkinan peserta didik (masing-masing anggota kelompok) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi melalui dinamika kelompok, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi melalui dinamika kelompok. Layanan Konseling Kelompok berfungsi untuk pengentasan dan advokasi. 
2.         Kegiatan Pendukung Bimbingan dan Konseling
Untuk menunjang kelancaran pemberian layanan-layanan seperti yang di atas, kiranya perlu dilaksanakan berbagai kegiatan pendukung Dalam hal ini, terdapat  lima  jenis kegiatan pendukung bimbingan dan konseling, yaitu :
a.    Aplikasi Instrumentasi Data
Merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang peserta didik, tentang lingkungan peserta didik dan lingkungan lainnya, yang dapat dilakukan  dengan menggunakan berbagai instrumen, baik tes maupun non tes, dengan tujuan untuk memahami peserta didik dengan segala  karakteristiknya dan memahami karakteristik lingkungan.
b.   Himpunan Data
Merupakan kegiatan untuk menghimpun data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan siswa. Himpunan data diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu dan tertutup.
c.    Konferensi Kasus
Merupakan kegiatan untuk  membahas permasalahan peserta didik dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan klien. Pertemuan konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup. Tujuan konferensi kasus adalah untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen  dari pihak  yang terkait dan memiliki pengaruh kuat terhadap klien dalam rangka pengentasan permasalahan klien.
d.   Kunjungan Rumah
Merupakan kegiatan untuk  memperoleh data, keterangan, kemudahan, dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik melalui kunjungan rumah klien. Kerja sama dengan orang tua sangat diperlukan, dengan tujuan untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak  orang tua/keluarga untuk mengentaskan permasalahan klien.
e.    Alih Tangan Kasus
Merupakan kegiatan untuk  untuk memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dialami klien dengan memindahkan penanganan kasus ke pihak lain yang lebih kompeten, seperti kepada guru mata pelajaran atau konselor, dokter serta ahli lainnya, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dihadapinya melalui pihak yang lebih kompeten.


BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Studi kasus adalah suatu studi atau analisa komprehensif dengan menggunakan berbagai teknik. Bahan dan alat mengenai gejala atau ciri-ciri/karakteristik berbagai jenis masalah atau tingkah laku menyimpang, baik individu maupun kelompok. Analisa itu mencakup aspek-aspek kasus seperti jenis, keluasan dan kedalaman permasalahannya, latar belakang masalah (diagnosis) dan latar depan (prognosis), lingkungan dan kondisi individu atau kelompok dan upaya memotivasi terungkapnya masalah kepada guru pembimbing (konselor) sebagai orang yang mengkaji kasus. Data yang telah didapatkan oleh konselor kemudian dinvertaris dan diolah sedemikian rupa hingga mudah untuk diinterpretasi masalah dan hambatan individu dalam penyesuaiannya.
Studi Kasus diadakan untuk memahami siswa sebagai individu dalam keunikannya dan dalam keseluruhannya. Kemudian dari pemahaman siswa yang mendalam, konselor dapat membantu siswa untuk mencapai penyesuaian yang lebih baik. Dengan penyesuian pada diri sendiri serta lingkungannya, sehingga siswa dapat menghadapi permasalahan dan hambatan hidupnya, dan tercipta keselarasan dan kebahagiaan bagi siswa tersebut.
Langkah-langkah dalam studi kasus yaitu: tinjauan kasus, pmahaman kasus, penyikapan kasus dan penanganan kasus.

B. Kritik dan Saran
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini banyak terdapat kekurangannya, untuk itu kami sangat mengharapkan masukan-masukan untuk menunjang perbaikan makalah ini untuk menuju kearah kesempurnaan. Semoga makalah yang sederhana ini bisa bermanfaat bagi kita semua.



DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, Imranfauzi.Wordpress.com/category-bimbingan-dan-konseling/
Himcyoo.wordpress.com/2011/06/08/studi-kasus-dalam-bimbingan konseling/
Prayitno dan Drs.Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Konseling, Jakarta:PT.Rineka Cipta
Sudrajat, Akhmad.wordpress.com/2008/01/31/studi-kasus-dalam-bimbingan-dan-konseling/
www.scrib.com/doc/22415602/STUDI-KASUS





[1] Himcyoo.wordpress.com/2011/06/08/studi-kasus-dalam bimbingan konseling/
[2] www.scrib.com/doc/22415602/STUDI-KASUS
[3]Akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/31/studi-kasus-dalam-bimbingan-dan-konseling/
[4] Imranfauzi.Wordpress.com/category-bimbingan-dan-konseling/
[5] Prof.Dr.H.Prayitno,M.Sc.Ed dan Drs.Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan Konseling, (Jakarta:PT.Rineka Cipta,2004)
[6] Prof.Dr.H.Prayitno,M.Sc.Ed dan Drs.Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan Konseling, (Jakarta:PT.Rineka Cipta,2004)
[7] www.scrib.com/doc/22415602/STUDI-KASUS

No comments:

Post a Comment

Jina wajina lirik

 Jina wajina