“Studi Kasus Tentang Siswa yang malas belajar ”
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam perkembangan dan kehidupan setiap manusia sangat
mungkin timbul berbagai permasalahan. Baik yang dialami secara individual,
kelompok, dalam keluarga, lembaga tertentu atau bahkan bagian masyarakat secara
lebih luas. Untuk itu ditentukan adanya bimbingan sebagai suatu usaha pemberian
bantuan yang diberikan baik kepada individu maupun kelompok dalam rangka
memecahkan masalah yang dihadapi. Salah satu hal penting yang perlu
diperhatikan dalam memberikan bimbingan adalah memahami individu (dalam hal ini
peserta didik) secara keseluruhan, baik masalah yang dihadapinya
maupun latar belakangnya. Sehingga peserta didik diharapkan dapat memperoleh
bimbingan yang tepat dan terarah.
Untuk mengetahui kondisi dan keadaan
siswa, banyak metode dan pendekatan yang
digunakan, salah satu yang dapat digunakan yaitu studi kasus (Case Study). Dalam
perkembangannya, oleh karena kompleksitas permasalahan yang dihadapi siswa dan
semakin majunya pengembangan teknik-teknik pendukung, seperti hanya
teknik pengumpulan data, teknik identifikasi masalah, analisis, interpretasi,
dan treatment – metode studi kasus
terus diperbarui.
Studi kasus
akan mempermudah konselor sekolah untuk membantu memahami kondisi siswa
seobyektif mungkin dan sangat mendalam. Membedah permasalahan dan hambatan yang
dialami siswa sampai ke akar permasalahan, dan akhirnya konselor dapat
menentukan skala prioritas penanganan dan pemecahan masalah bagi siswa
tersebut.
B. Rumusan Masalah
Dari latar
belakang di atas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Apa pengertian studi kasus bimbingan
dan konseling ?
2.
Apa fungsi, sasaran, orientasi baru, jenis
dan sifat masalah dalam studi kasus?
3.
Bagaimana langkah-langkah Menyelesaikan Kasus ?
4. Apa
kegiatan Layanan dan Pendukung Bimbingan dan Konseling ?
C. Tujuan
Penulisan
Tujuan
penulisannya adalah sebagai berikut:
1. Agar
mengetahui pengertian kasus dalam bimbingan dan konseling
2. Agar
mengetahui fungsi,
sasaran, orientasi baru, jenis dan sifat masalah dalam studi kasus
3. Agar
langkah-langkah Menyelesaikan Kasus
4. Agar
mengetahui kegiatan Layanan dan Pendukung Bimbingan dan Konseling
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Studi Kasus dalam Bimbingan Konseling
Beberapa pengertian studi kasus dalam bimbingan konseling
adalah sebagai berikut:
1.
Studi kasus adalah suatu teknik
mempelajari seorang individu secara mendalam untuk membantu memperoleh
penyesuaian diri yang lebih baik. (I.Djumhur, 1985).
2.
Studi kasus adalah metode
pengumpulan data yang bersifat integrative dan komprehensif. Integrative
artinya menggunakan berbagai teknik pendekatan dan bersifat komprehensif yaitu
data yang dikumpulkan meliputi seluruh aspek pribadi individu secara lengkap
(Dewa Ketut Sukardi, 1983).
3.
Studi kasus dalam pelayanan
bimbingan merupakan metode untuk mempelajari keadaan dan perkembangan seorang
siswa secara lengkap dan mendalam, dengan tujuan untuk memahami individualitas
siswa dengan baik dan membantunya dalam perkembangan selanjutnya. (Kasie and
Hermien)
Studi kasus
merupakan teknik yang paling tepat digunakan dalam pelayanan bimbingan dan
konseling karena sifatnya yang komprehensif dan menyeluruh. Studi kasus
menggunakan hasil dari bermacam-macam teknik dan alat untuk mengenal siswa
sebaik mungkin, merakit dan mengkoordinasikan data yang bermanfaat yang
dikumpulkan melalui berbagai alat. Data itu meliputi studi yang hati-hati dan
interpretasi data yang berhubungan dan bertalian dengan perkembangan dan
problema serta rekomendasi yang tepat.
Jadi
berdasarkan pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa studi kasus adalah
suatu studi atau analisa komprehensif dengan menggunakan berbagai teknik. Bahan
dan alat mengenai gejala atau ciri-ciri/karakteristik berbagai jenis masalah
atau tingkah laku menyimpang, baik individu maupun kelompok. Analisa itu
mencakup aspek-aspek kasus seperti jenis, keluasan dan kedalaman
permasalahannya, latar belakang masalah (diagnosis) dan latar depan
(prognosis), lingkungan dan kondisi individu atau kelompok dan upaya memotivasi
terungkapnya masalah kepada guru pembimbing (konselor) sebagai orang yang
mengkaji kasus. Data yang telah didapatkan oleh konselor kemudian dinvertaris
dan diolah sedemikian rupa hingga mudah untuk diinterpretasi masalah dan
hambatan individu dalam penyesuaiannya.
B. Fungsi Studi Kasus
Studi Kasus
diadakan untuk memahami siswa sebagai individu dalam keunikannya dan dalam
keseluruhannya. Kemudian dari pemahaman siswa yang mendalam, konselor dapat
membantu siswa untuk mencapai penyesuaian yang lebih baik. Dengan penyesuian
pada diri sendiri serta lingkungannya, sehingga siswa dapat menghadapi
permasalahan dan hambatan hidupnya, dan tercipta keselarasan dan kebahagiaan
bagi siswa tersebut.[1]
C. Sasaran Studi kasus
Sasaran studi kasus adalah individu
yang menunjukan gejala atau masalah yang serius, sehingga memerlukan bantuan
yang serius pula. Yang biasanya dipilih menjadi sasaran bagi suatu studi kasus
adalah murid yang menjadi suatu problem (problem
case),
jadi seorang murid membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan lebih
baik, asal murid itu dalam keadaan sehat rohani atau tidak mengalami gangguan mental.[2]
D. Orientasi
Baru Bimbingan dan Konseling
Pada masa sebelumnya (atau mungkin masa sekarang pun,
dalam prakteknya masih ditemukan) bahwa
penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling cenderung bersifat klinis-therapeutis atau menggunakan pendekatan kuratif, yakni hanya berupaya menangani para peserta didik yang
bermasalah saja. Padahal kenyataan di sekolah jumlah
peserta didik yang bermasalah atau
berperilaku menyimpang mungkin hanya satu atau dua orang saja. Dari 100 orang peserta didik paling banyak 5 hingga 10 (5% - 10%). Selebihnya,
peserta didik yang tidak memiliki masalah (90% -95%) kerapkali tidak tersentuh
oleh layanan bimbingan dan konseling. Akibatnya, bimbingan dan konseling
memiliki citra buruk dan sering
dipersepsi keliru oleh peserta didik, guru bahkan kepala sekolah. Ada anggapan
bimbingan dan konseling merupakan “polisi
sekolah”, tempat menangkap, merazia, dan menghukum para peserta didik yang
melakukan tindakan indisipliner. Anggapan lain yang keliru bahwa bimbingan dan
konseling sebagai “keranjang sampah”
tempat untuk menampung semua masalah peserta didik, seperti peserta didik yang bolos, terlambat SPP, berkelahi, bodoh, menentang
guru dan sebagainya. Masalah-masalah kecil seperti itu dapat diantisipasi dan
diatasi oleh para guru mata pelajaran atau wali kelas dan tidak perlu
diselesaikan oleh guru pembimbing.
Mengingat
keadaan seperti itu, kiranya perlu adanya orientasi baru bimbingan dan
konseling yang bersifat pengembangan atau developmental dan pencegahan
pendekatan preventif.[3]
E.
Jenis dan Sifat Masalah
1.
Jenis Masalah
a.
Masalah belajar
Masalah belajar merupakan salah satu jenis masalah
yang di anggap serius karena belajar merupakan inti dari pendidikan. Dalam hal
ini masalah belajar menyangkut motivasi belajar siswa yang dapat mempengaruhi
kemajuan belajar peserta didik, oleh karena itu di sekolah perlu adanya layanan
bimbingan yang membantu mengatasi masalah yang dihadapi siswa maka pembimbing
betul-betul memberikan bimbingan yang sesuai dengan keadaan anak.
b. Masalah keluarga
Dalam memberikan layanan bimbingan kepada klien tidak
terlepas dari lingkungan keluarga klien tiu sendiri. Dalam pembimbing harus
mengetahui latar belakang klien yang bersangkutan, oleh sebab itu pembimbing
perlu mengadakan kunjungan ke rumah klien untuk menjalin keakraban klien
tersebut, sehingga pembimbing memperoleh titik terang tentang permasalahan
kliennya.
c. Pengisian waktu luang
Seorang pembimbing juga di anggap perlu mengetahui
pemanfaatan dan pengisian waktu luang kliennya di luar lingkungan sekolah,
kegiatan apa saja yang dilakukan dalam mengisi waktu luang di lingkungan rumah,
apakah klien tersebut dapat membagi antara waktu bermain dengan waktu belajar
semua itu harus di kontrol oleh seorang pembimbing, sehingga dapat memberikan
layanan sesuai dengan latar belakang permasalahan siswa yang bersangkutan.
d. Pergaulan dengan teman
sebaya
Pergaulan di lingkungan bermain dapat mempengaruhi
perkembangan moral seorang anak yang sangat besar pengaruhnya terhadap pola
sikap dan kepribadian seorang anak, oleh karena itu untuk melakukan bimbingan
seorang.
Pembimbing tidak terlepas dari lingkungan teman bermain kliennya.
Pembimbing tidak terlepas dari lingkungan teman bermain kliennya.
2.
Sifat Masalah
a.
Masalah belajar
Masalah belajar adalah salah satu
masalah yang di anggap serius, karena itu perlu adanya solusi untuk memecahkan
masalah ini. Adapun solusi yang kami berikan adalah memberikan bimbingan dan
dorongan tentang jangkauan masa depan, maka di perlukan adanya motivasi untuk
meningkatkan prestasinya serta giat membaca agar terbiasa dan terlatih yang
pada ahirnya mudah memahami isi bacaan.
b.
Masalah kepribadian
Masalah kepribadian solusinya adalah dengan memberikan
dorongan untuk mengintrospeksi diri dari sikapnya selama ini terhadap
teman-temannya, guru dan keluarganya. Dan memberi masukan bagaimana sikap yang
baik terhadap orang yang ada di sekitar kita.
c.
Masalah keluarga
Keluarga merupakan pendidik yang pertama dan utama
bagi seorang anak, maka kami memberikan solusi terhadap masalah keluarga yang
di alami klien ini. Solusinya adalah berusaha menjalin keakraban dengan
keluarga terutama masalah belajar di sekolah.
d. Konfidental
Konselor adalah seorang yang mempunyai tugas dan
kewajiban membantu memecahkan masalah yang sedang di alami oleh siswa secara
individu atau kelompok untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Untuk
menjadi konselor yang baik tidak mudah melainkan harus mempunyai / memenuhi
persyaratan-persyaratan, baik persyaratan pendidikan atau persyaratan
kepribadian. Hal ini di sebabkan karena konselor sebelum memberikan bantuan
atau treatment yaitu berusaha untuk mendapat informasi yang berhubungan dengan
kasus yang di hadapi dan untuk memperoleh data yang baik dalam arti data
tersebut dapat dipercaya atau dapat di pertanggung jawabkan.
e. Identitas klien
Salah satu yang di peroleh konselor adalah mengenai
identitas klien. [4]
F.
Langkah-langkah Menyelesaikan
Kasus
1. Tinjauan Awal Tentang Kasus
Dalam Kamus Bahasa Indonesia dapat dibaca bahwa kasus berarti soal atau perkara atau keadaan
sebenarnya suatu urusan atau perkara. Apabila kasus itu dihubungkan dengan
seseorang, maka ini berarti bahwa pada orang yang dimaksudkan itu terdapat
“soal” atau “perkara” tertentu.
Dalam
bimbingan dan konseling pemakaian kata “kasus” tidak menjurus kepada
pengertian-pengertian tentang soal-soal ataupun perkara-perkara yang berkaitan
dengan urusan kriminal atau perdata, urusan hokum ataupun polisi, atau urusan
yang bersangkut paut dengan pihak-pihak yang berwajib. Kata “kasus” dipakai
dalam bimbingan dan konseling sekadar untuk menunjukkan bahwa “ada sesuatu
permasalahan tertentu pada diri seseorang yang perlu mendapatkan perhatian dan
pemecahan demi kebaikan untuk diri yang bersangkutan.
Dengan
demikian pemakaian kata “kasus” sepenuhnya menghindarkan pengertian-pengertian
yang negative, mencela atau meremehkan atau mengecilkan hatinorang yang
bersangkutan, menuduh, menjelek-jelekkan, mempergunjingkan, memperolokkan,
membuka aib orang, dan lain sebagainya. Sebaliknya, pembicaraan tentang kasus
yang menyangkut seseorang justru bermaksud hendak memahami permasalahan yang
diderita orang itu sebagaimana adanya untuk dapat dicarikan jalan pemecahannya
secara tepat dan berhasil.
Perhatikanlah
kasus berikut ini:
Seorang siswa SMA kelas III-IPS,
laki-laki menunjukkan gejala jarang masuk sekolah, sering melanggar tata tertib
sekolah, dan prestasi belajarnya rendah. Siswa tersebut sering bolos, terutama
kalau akan menghadpi mata pelajaran matematika. Pada akhir tahun yang laluyang
bersangkutan termasuk salah seorang siswa yang dipermasalahkan untuk kenaikan
kelasnya. Di rumah, siswa tersebut tidak mempunyai tempat belajar sendiri, dia
belajar ditempat tidurnya. Ia banyak membantu kegiatan keluarga sehingga
seringkali terlambat masuk sekolah. Data lain menunjukkan bahwa siswa yang
bersangkutan adalah anak keenam dari sebelas bersaudara. Tiga orang saudaranya
sudah berada di Perguruan Tinggi, dan salah seorang adiknya juga di kelas III
bagian IPA di sekolah yang sama. Siswa yang bersangkutan sebenarnya kurang
berminat terhadap bidang studi IPA. Dalam menyelesaikan salah satu tugas
rumahnya pernah terjadi bentrok dengan salah seorang gurunya.
Pada
kasus ini ada permasalahan tertentu yang perlu mendapatkan perhatian dan
ditangani saksama. Permasalahan yang ada pada setiap kasus dapat dilihat dalam
kaitannya dengan keempat dimensi kemanusiaan. Dalam rangka itu permasalahan
utama yang secara langsung ditampilkan deskripsi kasus itu dapat dicatatkan
sebagai berikut:
Individualitas:
- Prestasi
belajar rendah
- kurang
berminat pada IPA
Sosialitas:
- bentrok
dengan guru
Moralitas:
- melanggar
tata tertib
- membolos
Religiusitas
Pada
masalah diatas, dalam butir “sering bertengkar” diletakkan pada dimensi
sosialitas. Peletakan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa tingkah laku
“sering bertengkar” itu berkaitan sangat erat dengan hubungan bersama orang
lain, keadaan “sering bertengkar” hanya terjadi apabila orang-orang yang
bersangkutan berhubungan dengan orang. Namun demikian, perilaku “sering
bertengkar” itu kurang memahami aturan, sopan santun, dan nilai-nilai lain yang
berlaku dalam berhubungan dengan orang lain, ia mau benar dan menang sendiri
tanpa mempedulikan aturan dan nilai-nilai tersebut. Jika demikian keadaannya,
maka sebenarnya butir “sering bertengkar” dapat juga ditempatkan pada dimensi
moralitas.
Pada setiap
butir permasalahan dapat saja ditempatkan pada dua atau bahkan tiga dimensi
sesuai dengan keterkaitannya. Hali ini juga mengacu pada keempat dimensi
kemanusiaan yang tidak dapat dipisahkan satu dari yang lainnya.
Setelah
diketahui adanya kasus tertentu, bagaimana selanjutnya? Satu hal yang dapat
dilakukan ialah membayangkan “apa yang akan terjadi atau akibat-akibat apa yang
timbul apabila kasus tersebut dibiarkan berlarut-larut. Pada kasus diatas
misalnya, apa yang akan terjadi apabila keadaan “prestasi rendah, kurang
berminat pada IPA, bentrok dengan guru, melanggar tata tertib, membolos, dan
terlambat masuk sekolah” itu berkelanjutan?
Diduga
kuat bahwa siswa tersebut akan semakin tidak mampu menjalani proses
pendidikannya di sekolah itu, dan akhirnya bisa gagal. Dapat dibayangkan
bagaimana repotnya siswa tersebut menempatkan dirinya dalam suasana sekolah
yang baginya amat tidak menyenagkan, bagaimana ia menghadapi tugas-tugas
sekolah yang dirasakannya sebagai beban berat, bagaimana ia akan
mempertanggungjawabkan nilai-nilainya yang semakin rendah itu, dan lain
sebagainya. Besar kemungkinan siswa itu akan tidak naik kelas, dan boleh jadi
akan dikeluarkan dari sekolahnya.
2.
Pemahaman Terhadap kasus
Dalam menghadapi suatu kasus yang
dialami oleh seseorang, ada tiga hal utama yang perlu diselenggarakan, yaitu penyikapan, pemahaman dan
penanganan terhadap kasus tersebut.[5]
Pemahaman
yang
lebih mendalam terhadap kasus dilakukan untuk mengetahui lebih jauh berbagai
seluk-beluk kasus tersebut. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam
terhadap suatu kasus, maka perlu dilakukan penjelajahan yang luas dan intensif.
Misalnya melalui wawancara khusus dengan seseorang yang mempunyai permasalahan (wawancara konseling), memeriksa
kumpulan data (commulatif record).
Satu hal
lagi yang dapat menjadi bekal bagi pengembangan pemahaman terhadap suatu kasus
ialah bagaimana dapat dibayangkan berbagai kemungkinan yang bersangkut-paut dengan
kasus itu, terutama dilihat dari segi rincian
permasalahannya, kemudian sebab-sebabnya
dan kemungkinan akibat-akibatnya.
Pada
diri konselor pertama-tama perlu dikembangkan konsep atau ide-ide yang cukup
kaya tentang berbagai kasus. Karena hal tersebut merupakan bekal dan ancangan
bagi konselor untuk berusaha menjelajahi kasus yang dihadapinya untk memperoleh
pemahaman yang mantab tentang kasus itu.
Kemungkinan rincian, sebab dan
aibat permasalahan yang terkandung di dalam setiap kasus
Contoh kasus siswa yang sering terlambat
masuk kelas.
1.
Gambaran yang lebih rinci:
a. Sering
tiba di sekolah setelah jam pelajaran dimulai
b. Memakai
waktu istrahat melebihi waktu yang ditentukan
c. Sengaja
terlambat masuk kelas meskipun tahu jam pelajaran sudah mulai.
2. Kemungkinan
sebab:
a. Jarak
antara sekolah dan rumah jauh
b. Kesulitan
kendaraan
c. Terlalu
banyak kegiatan di rumah, membantu orang tua
d. Terlambat
bangun
e. Gangguan
kesehatan
f. Tidak
menyukai suasana sekolah
g. Tidak
menyukai satu
atau lebih mata pelajaran
h. Tidak
menyiapkan Pekerjaan Rumah (PR)
i. Kurang
mempunyai persiapan untuk kegiatan di kelas
j. Terlalu
asyik dengan kegiatan di luar sekolah.
3. Kemungkinan Akibat
a. Nilai
rendah
b. Tidak
naik kelas
c. Hubungan
dengan Guru terganggu
d. Hubungan
dengan kawan sekelas terganggu
e. Kegiatan
di luar sekolah tidak terkendali.[6]
3.
Penanganan Kasus
Penanganan
kasus pada umumnya dapat dilihat sebagai keseluruhan perhatian dan tindakan
seseorang terhadap kasus (yang dialami oleh seseorang) yang dihadapkan
kepadanya sejak awal sampai dengan
diakhirinya perhatian dan tindakan
tersebut. Dalam pengertian itu penanganan kasus meliputi :
1.
Penanganan awal
tentang kasus (dimulai sejak mula kasus itu dihadapkan).
2.
Pengembangan
tentang ide perincian masalah yang
terkandung didalam kasus itu.
3.
Penjelajahan
lebih lanjut tentang segala seluk beluk kasus tersebut .
4.
Mengusahakan
upaya –upaya kasus untuk mengatasi atau memecahkan sumber pokok permasalahan
itu.
Dilihat secara
lebih khusus, penanganan kasus dapat dipandang sebagaim upaya – upaya khusus
untuk secara langsung menangani sumber pokok permasalahan dengan tuijuan utama
teratasinya atau terpecahnya permasalahan yang dimaksudkan.Demilian penanganan
kasus dalam pengertian yang khusus menghendaki strategi dan teknik-teknik yang sifatnya khas
sesuai dengan permaalahan yang akan ditangani itu. Setiap
permasalahan pokok biasanya memerlukan strategi da teknik tersendiri.
Penanganan kasus, baik secara umum
(menyeluruh) khusus tidak mudah. Berbagai pihak dan sumber daya sering kali
perlu diaktifkan dan dipadukan demi teratasinya permasalahan yang dialami oleh
seseorang. Apabila konselor berhasil sebesar-besarnya mengerahkan berbagai
pihak dan sumber daya, keberhasilan penanganan kasus akan lebih dijamin. Pihak
yang paling utama harus dilibatkan secara langsung ialah orang yang mengalami
masalah itu sendiri. Orang itu perlu aktif berpartisipasi dalam mendiskripsikan
masalah-masalahnya, dalam penjelajahan masalah itu lebih lanjut, dan dalam
pelaksanaan strategi serta teknik-teknik khusus penanganan atau pemecahan
masalah. Tanpa partisipasi langsung dan
aktif orang yang mengalami masalah, keberhasilan upaya dalam bimbingan dan konseling amat diragukan, atau boleh jadi
akan nihil sama sekali. Pihak lain dalam urutan kedua yang perlu dilibatkan,
kalau dapat secara langsung, ialah orang-orang yang amat besar pengaruhnya
kepada orang yang mengalami masalah iitu, seperti orang tua, guru, serta orang
lain yang amat dekat hubungannya. Orang –orang yang sangat berpengaruh biasanya
memiliki sumber daya yang sebesar-besarnya dapat dimanfaatkan dalam penanganan
masalah yang dialami itu. Selanjutnya, pihak-pihak dan sumberdaya lain yang
perlu dikerahkan ialah berbagai unsur
yang terdapat dilingkungan orang yang mengalami masalah, baik lingkungan
social, fisik maupun lingkungan budaya.
Beberapa
hal yang perlu mendapat perhatian dalam pengerahan berbagai pihak dan sumbserta unsure itu ialah:
a.
Perlibatan
pihak-pihak, sumber dan unsur-unsur lain diluar diri orang yang mengalami
masalah.
b.
Pihak-pihak,
sumber dan unsur- unsure yang akan dilibatkan dan dipilih secara seksama
c.
Peranan
masing-masing pihak, sumber dan unsur yang dilibatkan hendaknya dijelaskan
secara rinci bagi pihak, sumber, unsure yang dilibatkan itu, maupun bagi orang
yang mengalami masalah itu sendiri.
4.
Penyikapan Kasus
Penyikapan
terhadap kasus berlangsung sejak awal penerimaan kasus untuk ditangani sampai
dengan berakhirnya keterlibatan perhatian dan tindakan Guru Pembimbing terhadap
kasus tersebut. Penyikapan yang menyeluruh itu mencakup segenap aspek
permasalahan dan segenap langkah ataupun pertahapan pada sepanjang proses
penanganan kasus secara menyeluruh.
Penyikapan pada umumnya mengandung
unsur-unsur kognisi, afeksi, dan perlakuan terhadap obyek yang disikapinya. Unsur kognisi
mengacu kepada wawasan, keyakinan, pemahaman, penghayatan, pertimbangan dan
pemikiran Guru Pembimbing tentang keberadaan manusia, hakekat dimensi
kemanusiaan dan pengembangannya, pengaruh lingkungan, peranan pelayanan
bimbingan dan konseling,
kasus dan berbagai permasalahan yang dikandungnya, pemahaman dan penanganan
kasus. Unsur afeksi menyangkut suasana perasaan, emosi dan kecenderungan bersikap
berkenaan dengan keberadaan manusia sampai dengan penanganan kasus tersebut.
Unsur perlakuan berkaitan dengan tindakan terhadap kasus yang ditangani, sejak
diserahkannya kasus sampai berakhirnya keterlibatan penanganan.[7]
G. Kegiatan Layanan
dan Pendukung Bimbingan dan Konseling
Kegiatan
layanan merupakan kegiatan dalam rangka memenuhi fungsi-fungsi bimbingan dan
konseling. Sedangkan kegiatan pendukung merupakan kegiatan untuk menopang
terhadap keberhasilan layanan yang diberikan.
Dalam
perspektif kebijakan pendidikan nasional saat ini terdapat tujuh jenis layanan
dan lima kegiatan pendukung. Namun sangat mungkin akan semakin berkembang, baik
dalam jenis layanan maupun kegiatan
pendukung. Para ahli bimbingan di Indonesia saat ini sudah mulai meluncurkan
dua jenis layanan baru yaitu layanan konsultasi dan layanan mediasi. Namun,
kedua jenis layanan ini belum dijadikan sebagai kebijakan formal dalam sistem
pendidikan.
Untuk
lebih jelasnya, akan diuraikan tujuh jenis layanan dan lima kegiatan pendukung
bimbingan dan konseling yang diterapkan dalam pendidikan nasional.
1.
Kegiatan
Layanan Bimbingan dan Konseling
a.
Layanan
Orientasi
Layanan orientasi merupakan layanan yang memungkinan
peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah dan
obyek-obyek yang dipelajari, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya
peserta didik di lingkungan yang baru itu, sekurang-kurangnya diberikan dua
kali dalam satu tahun yaitu pada setiap awal semester. Tujuan
layanan orientasi adalah agar peserta didik dapat beradaptasi dan menyesuaikan
diri dengan lingkungan baru secara tepat dan memadai, yang berfungsi untuk pencegahan
dan pemahaman.
b. Layanan
Informasi
Merupakan layanan yang memungkinan
peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi (seperti:informasi
belajar, pergaulan, karier, pendidikan lanjutan). Tujuan layanan informasi
adalah membantu peserta didik agar dapat mengambil keputusan secara tepat
berdasarkan informasi yang diperolehnya yang memadai. Layanan informasi pun berfungsi
untuk pencegahan dan pemahaman.
c. Layanan
Pembelajaran
Merupakan layanan yang memungkinan peserta didik
mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik dalam menguasai materi
belajar atau penguasaan kompetensi yang cocok dengan kecepatan dan kemampuan dirinya serta berbagai aspek
tujuan dan kegiatan belajar lainnya, dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan
belajar yang baik. Layanan
pembelajaran berfungsi untuk
pengembangan.
d. Layanan Penempatan dan Penyaluran
Merupakan
layanan yang memungkinan peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran di
dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang,
kegiatan ko/ekstra kurikuler, dengan tujuan
agar peserta didik dapat mengembangkan segenap bakat, minat dan segenap
potensi lainnya. Layanan Penempatan
dan Penyaluran berfungsi untuk
pengembangan.
e. Layanan Konseling Perorangan
Merupakan layanan yang memungkinan
peserta didik mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perorangan) untuk
mengentaskan permasalahan yang dihadapinya dan perkembangan dirinya. Tujuan
layanan konseling perorangan adalah agar peserta didik dapat
mengentaskan masalah yang dihadapinya. Layanan
Konseling Perorangan berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.
f. Layanan
Bimbingan Kelompok
Merupakan
layanan yang memungkinan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui
dinamika kelompok memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu
untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk
pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok, dengan tujuan agar peserta didik dapat
memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang
pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan
atau tindakan tertentu melalui dinamika
kelompok. Layanan Bimbingan Kelompok berfungsi
untuk pemahaman dan pengembangan.
g. Layanan Konseling Kelompok
Merupakan layanan yang memungkinan
peserta didik (masing-masing anggota kelompok) memperoleh kesempatan untuk
pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi melalui dinamika kelompok,
dengan tujuan agar peserta didik
dapat memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi
melalui dinamika kelompok. Layanan Konseling Kelompok berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.
2.
Kegiatan
Pendukung Bimbingan dan Konseling
Untuk
menunjang kelancaran pemberian layanan-layanan seperti yang di atas, kiranya
perlu dilaksanakan berbagai kegiatan pendukung Dalam hal ini, terdapat lima
jenis kegiatan pendukung bimbingan dan konseling, yaitu :
a.
Aplikasi
Instrumentasi Data
Merupakan kegiatan untuk mengumpulkan
data dan keterangan tentang peserta didik, tentang lingkungan peserta didik dan
lingkungan lainnya, yang dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai instrumen, baik tes maupun non tes, dengan tujuan untuk memahami peserta
didik dengan segala karakteristiknya dan
memahami karakteristik lingkungan.
b.
Himpunan
Data
Merupakan
kegiatan untuk menghimpun data dan keterangan yang relevan dengan keperluan
pengembangan siswa. Himpunan data
diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu dan
tertutup.
c.
Konferensi
Kasus
Merupakan kegiatan untuk membahas
permasalahan peserta didik dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak
yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya
permasalahan klien. Pertemuan konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup.
Tujuan konferensi kasus adalah untuk memperoleh keterangan dan membangun
komitmen dari pihak yang terkait dan memiliki pengaruh kuat
terhadap klien dalam rangka pengentasan permasalahan klien.
d.
Kunjungan
Rumah
Merupakan
kegiatan untuk memperoleh data,
keterangan, kemudahan, dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta
didik melalui kunjungan rumah klien. Kerja sama dengan orang tua sangat
diperlukan, dengan tujuan untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen
dari pihak orang tua/keluarga untuk
mengentaskan permasalahan klien.
e.
Alih
Tangan Kasus
Merupakan kegiatan untuk untuk memperoleh penanganan yang lebih tepat
dan tuntas atas permasalahan yang dialami klien dengan memindahkan penanganan
kasus ke pihak lain yang lebih kompeten, seperti kepada guru mata pelajaran
atau konselor, dokter serta ahli lainnya, dengan tujuan agar peserta didik
dapat memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dihadapinya melalui pihak yang lebih kompeten.
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Studi kasus
adalah suatu studi atau analisa komprehensif dengan menggunakan berbagai
teknik. Bahan dan alat mengenai gejala atau ciri-ciri/karakteristik berbagai
jenis masalah atau tingkah laku menyimpang, baik individu maupun kelompok. Analisa
itu mencakup aspek-aspek kasus seperti jenis, keluasan dan kedalaman
permasalahannya, latar belakang masalah (diagnosis) dan latar depan
(prognosis), lingkungan dan kondisi individu atau kelompok dan upaya memotivasi
terungkapnya masalah kepada guru pembimbing (konselor) sebagai orang yang
mengkaji kasus. Data yang telah didapatkan oleh konselor kemudian dinvertaris
dan diolah sedemikian rupa hingga mudah untuk diinterpretasi masalah dan
hambatan individu dalam penyesuaiannya.
Studi Kasus
diadakan untuk memahami siswa sebagai individu dalam keunikannya dan dalam
keseluruhannya. Kemudian dari pemahaman siswa yang mendalam, konselor dapat
membantu siswa untuk mencapai penyesuaian yang lebih baik. Dengan penyesuian
pada diri sendiri serta lingkungannya, sehingga siswa dapat menghadapi
permasalahan dan hambatan hidupnya, dan tercipta keselarasan dan kebahagiaan
bagi siswa tersebut.
Langkah-langkah
dalam studi kasus yaitu: tinjauan kasus, pmahaman kasus, penyikapan kasus dan
penanganan kasus.
B.
Kritik dan Saran
Kami
menyadari dalam pembuatan makalah ini banyak terdapat kekurangannya, untuk itu
kami sangat mengharapkan masukan-masukan untuk menunjang perbaikan makalah ini
untuk menuju kearah kesempurnaan. Semoga makalah yang sederhana ini bisa
bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Fauzi,
Imranfauzi.Wordpress.com/category-bimbingan-dan-konseling/
Himcyoo.wordpress.com/2011/06/08/studi-kasus-dalam-bimbingan
konseling/
Prayitno dan Drs.Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar
Bimbingan Konseling, Jakarta:PT.Rineka Cipta
Sudrajat, Akhmad.wordpress.com/2008/01/31/studi-kasus-dalam-bimbingan-dan-konseling/
www.scrib.com/doc/22415602/STUDI-KASUS
[1] Himcyoo.wordpress.com/2011/06/08/studi-kasus-dalam
bimbingan konseling/
[2] www.scrib.com/doc/22415602/STUDI-KASUS
[3]Akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/31/studi-kasus-dalam-bimbingan-dan-konseling/
[4] Imranfauzi.Wordpress.com/category-bimbingan-dan-konseling/
[5] Prof.Dr.H.Prayitno,M.Sc.Ed dan Drs.Erman Amti, Dasar-Dasar
Bimbingan Konseling, (Jakarta:PT.Rineka Cipta,2004)
[6]
Prof.Dr.H.Prayitno,M.Sc.Ed dan Drs.Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan
Konseling, (Jakarta:PT.Rineka Cipta,2004)
[7] www.scrib.com/doc/22415602/STUDI-KASUS
No comments:
Post a Comment