Sunday, November 9, 2014

MAKALAH PKN MEMBANGUN MASYARAKAT




RESUME

MEMBANGUN MASYARAKAT MADANI

Diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen pengampu : Agus Salim, S.Ag., M.Pd.










Disusun Kelompok 10 :

1. Ahmad Baedlowi (211012)
2. Destian Dwi Saiful Umam (211032)



 


FAKULTAS TARBIYAH 2A

Instutut Islam Nahdlatul Ulama (INISNU) Jepara
Jalan Taman Siswa No. 09 Tahunan Jepara
Tahun Akademik 2011/2012



MEMBANGUN MASYARAKAT MADANI



Sejumlah ahli di Indonesia menggunakan istilah yang berbeda untuk maksud serupa dalam menyebut masyarakat sipil (civil society), sebagaimana yang dirumuskan oleh Dawam Raharjo:

Asing
Indonesia
Koinonia politike
(Aristoteles)
Societas Civitas
(Cicero)
Comonitas Civilis
Comonitas Politica
Societe Civile
(Tocquiville)
Bulgerlishe Gesellschaft
(Hegel)
Civil Society
(Adam Ferguson)
Civitas Etat
Masyarakat Sipil
(Mansour Faqih)
Masyarakat Warga
(Soetandryo Wignyosubroto)
Masyarakat Kewargaan
(Franz-Magnis Suseno
Dan M. Ryas Rasyid)
Masyarakat Madani
(Anwar Ibrahim, Nurcholis
Madjid, M. Dawam Rahardjo)
Civil Society (tidak
diterjemahkan)
(M. AS. Hikam)

Untuk pertama kali istilah “Masyarakat Madani” dimunculkan oleh Anwar Ibrahim, mantan perdana menteri Malaysia. Menurut Anwar Ibrahim, Masyarakat Madani merupakan suatu sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat. Sejalan dengan gagasan Anwar Ibrahim, Dawam Rahardjo mendefinisikan masyarakat madani sebagai proses penciptaan peradapan yang mengecu kepada nilai-nilai kebijakan bersama. Selanjutnya Dawam Rahardjo menjelaskan dasar utama dari masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi sosial yang didasarkan pda pedoman hidup, menghindarkan diri dari konflik dan permusuhan yang menyebabkan perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan.
Sejalan dengan pandangan di atas menurut Azyumardi Azra, masyarakat madani lebih sekedar gerakan pro-demokrasi. Kemudian Nurchalis Madjid menegaskan bahwa makna masyarakat madani berakar dari kata “civility” yang mengandung makna toleransi, kesediaan pribadi untuk menerima berbagai macam pandangan politik dan tingkah laku sosial.

B.     Sejarah Pemikiran Masyarakat Madani (Civil Society)

Konsep masyarakat madani lahir dari sejarah sosial Barat, sebagaimana terlampir dalam tabel berikut:

Perkembangan konsep civil society

Aristoteles
(394-322 SM)
·   Masyarakat warga
·   Hidup di kota
·   Masyarakat politik
Thomas Hobbes (1588-1831)
·     Membedakan anta-ra civil society dan state of nature
·     State of nature: war of every man against every man (homo homini lupus
·     Civi society adalah warga yang mela-kukan social con-tract dan membentuk kedaulatan yang wajib ditaati dan melindungi hak mereka
G.W.F. Hegel
(1770-1831)
·     Membedakan antara civil society dengan state
·     Civil society diben-tuk oleh system of needs yang diope-rasikan dalam sys-tem produksi
·     Pertukaran state ada-lah the civil sphere of public institution
·     Civil society mem-buru kepentingan pribadi, serakah, bo-ros, kurang hangat, tidak kohesif
·     Civil society adalah Burgerlishe Gesellschaft
Antonio Gramsci
(1891-1937)
·     civil society bukan hanya economic sphare
·     Civil society tidak hanya pendukung atau penolak Nega-ra atau ideology dan kepentingan kelas berjuis
·     Civil society punya ekonomi dan kepentingan sendiri berhadapan dengan negara sebgai predominant by coersive apparatus
Cicero
(106-43 SM)
·   Masyarakat kota
·   Masyarakat beradab
·   Masyarakat hukum
John Locke
(1632-1704)
·     Membedakan antara civil society dengan political society dan state of nature
·     Civil society adalah economic society
Karl Marx
(1818-1883)
·     Mengukuhkan reduksi civil sicie-ty menjadi dimensi ekonomi
·     Percaya pada withering away of the state, menjadi masyarakat tanpa Negara dan tanpa kelas
·     Negara adalah komite penyeleggara kepentingan kelas borjuis
Wuthow (1989)
Dari Tocquiville (1805-1859)
·     Model tiga sektor; sektor Negara, pasar, volutir
·     Ciri civil society; voluntary, self genarting, selfsupporting, independent from the state, lawabiding citizen
Thomas Aquinas (1226-1274)
·   Comunitas civilis
·   Comunitas politica
·   Conterminous with the state
Thomas Paine (1737-1803)
·     Supremacy of civil society
·     State is a necessary evil

Pada masa Aristoteles (384-322 SM) civil society dipahami sebagai sistem kenegaraan dengan menggunakan istilah koinonia politika yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam berbagai pencaturan ekonomi-politik dalam pengambilan keputusan.
Rumusan civil society selanjutnya dikembangkan oleh Marcus tullius Cicero (106 - 43 SM) dengan istilah societies civillis yakni komunitas yang mendominasi komunitas yang lain.
Rumusan civil society dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-)1679) dan John Locke (1632-1704), yang memandangnya sebagai kelanjutan dari evolusi natural society. Menurut Hobbes, sebagai entitas negara civil society mempunyai peran untuk meredam konflik dalam masyarakat ia harus memiliki kekuasan mutlak.
Menurut John Locke, kehadiran civil society adalah melindungi kebebasan dan hak milik setiap warga negara.
Fase kedua, pada tahun 1767 Adam Ferguson mengembangkan wacana civil society dengan konteks sosial dan politik di Skotlandia. Ferguson lebih menekankan visi etis pada civil society dalam kehidupan sosial.
Fase ketiga, pada tahun 1792 Thomas Paine mulai memaknai wacana civil society sebagai sesuatu yang berlawanan dengan lembaga negara, bahkan ia dianggap sebagai antitesa negara.
Fase keempat, wacana civil society selanjutnya dikembangkan oleh GWF. Hegel (1770-1831 M), Karl Marx (1818-1883) dan Antonio Gramsci (1891-1837 M).
Hegel memandang civil society sebagai kelompok subordinatif terhadap negara. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa dalam struktur sosia civil society terdapat 3 entitas sosial: kelurga, masyarakat sipil, dan negara. Berbeda dengan Hegel, Karl Marx memandang civil society sebagai masyarakat borjuis. Berbeda dengan Marx, Antonio Gramsci tidak memandang masyarakat sipil dalam konteks relasi produksi, tetapi pada sisi ideologis. Menurutnya civil society merupakan tempat perebutan posisi hegemonik di luar kekuatan negara, aparat hegemoni mengembangkan hegemoni unutk membentuk konsensus dalam masyarakat.
Fase kelima, wacana civil society sebagai reaksi terhadap madzhab Hegelian yang dikembangkan oleh Alexis de Tocqueville (1805-1859 M). Menurut Hegelian civil society merupakan suatu kelompok penyeimbang kekuatan negara. Mengacu pada kekhasan budaya demokrasi rakyat Amerika yang bercirikan plural, mandiri, dan kedewasaan berpolitik menurutnya warga negara dimana pun akan mampu mengimbangi dan mengontrol kekuatan negara.
Berbeda dari Hegelian, Tocqueville lebih menempatkan masyarakat sipil sebagai sesuatu yang tidak apriori maupun tersubordinasi dari lembaga negara. Sebaiknya civil society bersifat otonom dan memiliki kapasitas politik yang cukup tinggi sehingga mampu menjadi kekuatan penyeimbang terhadap kecenderungan intervensi negara atas warga negara. Artinya civil society tidak hanya berorientasi pada kepentingan individual tetapi juga memiliki komitmen terhadap kepentingan publik.
Mengelaborasi pemikiran Alexis de Tocqueville dan Robert Wuthnow, Dawam mengilustrasikan bahwa peranan pasar (market) sangat menentukan unsur-unsur dalam masyarakat madani (negara dan hubungan sosial yang bersifat sakurela / voluntery) (model A). Berbeda dengan pandangan ini, menurut Wuthnow, dalam hubungan antara unsur-unsur pokok masyarakat madani, faktor voluntary sangat menentukan pola interaksi antara negara dan pasar (model B).
           
     Voluntary                                          
  State                   25%
               35%            
                                 
40%           Market
                                                                                                                


     (Model A)                                                             (Model B)

Seperti dikatakan si depan bahwa tata pemerintahan yang baik itu merupakan suatu kondisi yang menjamin adanya proses kesejajaran, kesamaan, kohesi, dan keseimbangan peran serta adanya saling mengontrol yang dilakukan oleh tiga komponen yakni pemerintah, rakyat, dan usahawan yang berada disektor swasta. Ke tiga komponen itu mempunyai tata hubungan yang sama dan se derajat. Kesamaan derajat ini akan sangat berpengaruh terhadap upaya menciptakan tata pemerintahan yang baik. Jika derajat ini tidak se banding, atau tidak terbukti maka akan terjadi pembiasan.
     
       Pemerintah
             atau
                                                                           Negara
                                                      


                                       Sektor                     
                                      Swasta                      
Rakyat


(Gambar pola hubungan tiga komponen good goverence)
Suatu ketika peran sektor swasta ini bisa berada di atas. Hal ini bisa terjadi jika pembuat kebijakan publik berkolusi dan tergoda untuk memberikan akses  yang loggar kepada konglomerat atau usahawan swasta. Keadaan seperti ini akan memberikan warna yang jelas terhadap corak dari sistem dan dan tata pemerintahan yang kolusiv dan nepotis. Hal lain juga bisa terjadi, jika kekuasaan negara melebihi dari tataran keseimbangan antara tiga komponen tersebut. Kekuasaan negara berada posisi di atas dua komponen tersebut, maka sistem sentralistik dan otokratis yang terjadi.

                                                         
           Sektor        Pemeritah
                                                         Swast

      
        Rakyat


(Gambar hubungan komponen moral dengan ketiga komponen)

Agar suatu sistem dan tata cara dalam mekanisme pemerintahan berada pada posisi seimbang selaras, kohesif, dan kongruen dimana peran rakyat amat menentukan dapat terjadi, kedudukan komponen moral dalam konstelasi hubungan antara tiga komponen dalam kerangka masyarakat madani adalah berada di tengah-tengah yang bisa menghubungkan ke tiga komponen tersebut. Seperti yang diperlihatkan dalam gambar berikut ini.

                                                                  Pemerintah



                                                                     Sektor      Moral       Rakyat
                                                                     Swasta
                                                                               


Komponen moral juga menyinari ketiga komponen tersebut. Moral juga harus menjadi landasan bagi rakyat untuk berperan dalam menciptakan tata pemerintahan yang baik. Demikian pula pada komponen lainnya sektor swasta dan pemerintah. Moral merupakan operasionalisasi  dari sikap dan pribadi seorang beragama. Ajaran agama yang melekat pada pribadi-pribadi yang berada di ketiga komponen tersebut. Dengan melaksanakan ajaran agamanya pada masing-masing komponen tersebut, maka moral masing-masing pelaku akan berperan besar sekali dalam menciptakan tata pemerintahan yang baik.

                                                                                    Moral
                                               




                                                Sektor                  Pemerintahan                 Rakyat
                                    Swasta



(Gambar, faktor moral sebagai pertimbangan utama)

C.    Karakteristik masyarakat madani

Ada beberapa unsur pokok yang harus dimiliki masyarakat madani antara lain:
1.      Adanya wilayah publik yang bebas (free public sphare)
free public sphere adalah ruang publik yang bebas sebagai sarana untuk mengemukakan pendapat warga masyarakat.
2.      Demokrasi
Demokrasi adalah prasyarat mutlak lainnya bagi keberadaan civil society yang murni (genuine).
3.      Toleransi
Toleransi adalah sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat
4.      Pluralisme
Menurut Madjid, pluralisme merupakan pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban.
5.      Keadilan sosial
Keadaan sosial adalah adanya keseimbangan yang proporsional atas hak dan kewajiban setiap warga negara.

D.    Masyarakat madani di indonesia

Indonesia memiliki tradisi kuat civil society bahkan jauh sebelum negara berdiri, masyarakat sipil telah berkembang pesat yang diwakili oleh kiprah beragam organisasi sosial keagamaan dan pergerakan nasional dalam perjuangan merebut kemerdekaan.
Terdapat beberapa strategi yang ditawarkan kalangan ahli tentang bagaimana seharusnya bangunan masyarakat madani bisa terwujud di Indonesia
pertama, pandangan integrasi nasional dan politik.
Kedua, pandangan reformasi sistem politik demokrasi, yakni pandangan yang menekankan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah terlalu bergantung pada pembangunan ekonomi.
Ketiga, paradigma membangun masyarakat madani sebagai basis utama pembangunan demokrasi.
Bersandar pada tiga paradigma diatas, pengembangan demokrasi dan masyarakat madani selayaknya tidak hanya bergantung pada salah satu pandangan tersebut. Sebaliknya untuk mewujudkan masyarakat madani yang seimbang dengan kekuatan negara dibutuhkan gabungan strategi dan paradigma. Setidaknya tiga paradigma ini bisa dijadikan acuan dalam pengembangan demokrasi di masa transisi sekarang melalui cara:
1.      Memperluas golongan menengah melalui pemberian kesempatan bagi kelas menengah untuk berkembang menjadi kelompok masyarakat madani yang mandiri secara politik dan ekonomi.
2.      Mereformasi sistem politik demokrasis melalui pemberdayaan lembaga-lembaga demokrasi yang ada berjalan sesuai prinsip demokrasi.
3.      Penyelenggaraan pendidikan politik (pendidikan demokrasi) bagi warga negara secara keseluruan.
Tentang masyarakat madani Indonesia masih merupakan lembaga-lembaga yang dihasilkan oleh sistem politik represif.
Menurut AS. Hikam, karakter masyarakat madani di Indonesia masih sangat tergantung terhadap negara sehingga selalu berada pada posisi subordinat, khususnya bagi mereka yang berada pada strata sosial bawah.

E.     Gerakan sosial untuk memperkuat masyarakat madani

Definisi dan posisi gerakan sosial

Gerakan sosial oleh Diani dan Bison dalam Gerakan Sosial Wahana Civil Society Bagi Demokrasi, didefinisikan sebagai, sebentuk aksi kolektif dengan orientasi konfliktual yang jelas terhadap lawan sosial dan politik tertentu. Selanjutnya dijelaskan, gerakan sosial tidak hanya melibatkan aksi kolektif terhadap suatu masalah bersama, namun juga dengan jelas mengidentifikasikan target aksi dan mengartikulasikan dalam konteks sosial maupun politik tertentu. Sementara Iwan Gardono , mendefinisikan, gerakan sosial sebagai aksi organisasi atau kelompok masyarakat sipil dalam mendukung atau menentang perubahan sosial. Dalam pandangan lain Herberle mengatakan bahwa gerakan sosial  pada dasarnya adalah bentuk perilaku politik kolektif non kelembagaan yang secara potensial berbahaya karena mengancam stabilitas  cara hidup yang mapan.
Selanjutnya Iwan Gardono membagi gerakan sosial menjadi “ Old social Moviment” yang memfokuskan pada isu yang berkaitan dengan materi dan “ New Social Movement” yang lebih berkaitan dengan ide atau nilai.
Gerakan sosial dapat dipadankan dengan perubahan sosial atau masyarakat sipil yang didasari oleh 3 ranah yaitu negara, perusahaan/pasar, dan masyarakat sipil. Berdasarkan pembagian ini maka terdapat “gerakan politik” yang berada di ranah negara dan “gerakan ekonomi” diranah ekonomi.

F.     Tipologi Gerakan Sosial dalam Masyarakat Madani

Gerakan sosial yang beragam dapat disederhanakan berdasarkan “besarnya perubahan sosial yang dikehendaki seperti tipologi yang sisusun oleh David Aberle dalam “Gerakan Sosial Wahana Civil Society bagi Demokrasi” oleh Darmawan Triwibowo, berikut ini”
Besaran

Tipe
Perubahan Perorangan
Perubahan Sosial
Sebagian
Alternative Movement
Revormasi Movement
Menyeluruh
Redemptive Movement
Transformasi Movement


Alternative movement berupaya untuk megubah sebagian perilaku orang, seperti tidak merokok. Sementara redemptive movement mencoba mengubah perilaku seseorang secara menyeluruh, seperti dalam bidang keagamaan. Revormative moviment mencoba mengubah masyarakat namun dengan ruang lingkup terbatas seperti gerakan persamaan hak kaum perempuan. Transformasi movement adalah gerakan yang mencoba mengubah masyarakat secara menyeluruh seperti gerakan gerakan komunis di Kamboja.


Masyarakat sipil sulit dipahami jika tidak dikaitkan dengan institusi atau organisasi yang menjadi representasi di dalam kehidupan masyarakat.Seperti organisasi non pemerintah.
Istilah organisasi non pemerintah adalah terjemahan harfiah NGO yang telah lama dikenal dalam pergaulan internasional. Namun saat dialihbahasakan dari NGO menjadi organisasi non pemerintah dalam sebuah Konferensi Wahana Lingkungan Hidup Indonesi(Walhi) pada 1976, pemerintah bereaksi keras. Beberapa aktivis juga kurang "sreg" dengan istilah itu karena dinilai merujuk pada dikotomi ideologis maupun politis antara pemerintah dan non pemerintah.
Perkembangan kemudian muncul istilah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), (Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM) dan Lembaga Pembinaan Swadaya Masyarakat (LPSM).
Masalah kemudian muncul jika organisasi non pemerintah dihadapkan dengan organisasi kemasyarakatan (Ormas). Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan yang dimaksud dengan Ormas adalah semua organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi,, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan YME, untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila.
Baik Ormas mupun organisasi non pemerintahan adalah wadah warga, rakyat, masyarakat untuk berekspresi dan mengekspresikan pikiran di tengah masyarakat, bangsa, dan negara. Namun ada beberapa perbedaan diantara keduanya, yang diklasifikasian oleh Adi Suryadi Cula, secara ringkas dapat dilihat pada tebel berikut:

ORMAS
ORGANISASI NON PEMERINTAH
Semua organisasi yang dibentuk oleh masyarakat sebagai warga negara untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional(UU No. 8/ 1985)
Wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat (irmendagri No.8/1990)
Perkumpulan orang yang bekerja sama secara terlembaga melalui struktur yang ketat terorganisasi.
Kelompok-kelompok masyarakat baik yang terorganisir maupun tidak, dengan struktur tidak harus rumit
Kepengurusan organisasi berjenjang dan subordinat, khususnya antara pusat dan cabang.

Kepegurusan organisasi lebih terbuka, kenyal dan tidak formal, termasuk hubungn antara organisasi  dan cabang serta pengurus daerah
Umumnya memiliki susunan keanggotaan sangat ketat, terdaftar, dan mengikat.
Tidak harus  memilki  keanggotakan mengikat.

Untuk melihat posisi organisasi non pemerintahan sebagai masyarakat sipil dan sektor tersendiri di samping sektor-sektor lain, Adi Suryadi Cula membuat gambaran bagan di bawah ini:

           Lembaga eksekutif
Birokrasi
Militer
Polisi                       STATE
                                               Intelejen
Legislatif                                                 Regulasi

                                        POLITICAL SOCIETY                              BUMN                    Pasar
  Ormas                                   Regulasi                                                                                                
               Partai Politik
  Orsos                                                                                                                    Pasar Modal

  Ormop
  CIVIL SOCIETY                                                            MARKET
                                                                     Organisasi Buruh
     Gerakan Sosial                                                                                    ECONOMIC SOCIETY
                                                                                               
Organisasi Profesi                                                   Perusahaan


 


       Area interaksi antara civil society,political society, state, dan economic society







Info Bahasa

Kamus Kecil

Entitas                      = satuan yang berwujud, wujud
Evolusi                     = perubahan
Etis                           = Lapangan baik buruk, sesuai dengan etika
Antitesa                    = pertentangan yang benar-benar
Subordinatif             = Kekuatan politik yang saling bertarung, kedudukan bawahan
Borjuis                      = Orang beruang, bangsawan
Relasi                       =  hubungan
Hegemonik               = Pengaruh kekuasaan yang lebih besar
      Konsensus                = kesepakatan atau pemufakatan bersama yang dicapai melalui   kebulatan suara
Plural                        = beraneka ragam
Apriori                      = Beranggapan sebelum mengetahui
Otonom                    = Berdiri sendiri
Intervensi                 = Campur tangan
Komitmen                = Keterikatan untuk melakukan sesuatu
Mengelaborasi          = Menggarap sesuatu secara tekun dan cermat
Kohesi                      = Hubungan yang erat
Pembiasan                = penyimpangan
Kolusi                       = Bersekongkol, kerja sama rahasia untuk maksud tidak terpuji
Sentralistik               = Berorientasi ke pusat
Otokratik                  = Kekuasaan mutlak
Konstelasi                =  Seluk beluk sesuatu
Operasionalisasi       = Pelaksanaan rencana yang dikembangkan
Proporsional             = sebanding, seimbang, berimbang
Integrasi                   = Kesatuan yang utuh
Reformasi                 = perubahan secara drastis untuk perbaikan
Paradigma                = Kerangka berfikir
Represif                    = Menekan,mengekang, menahan, atau menindas     
Transisi                     = masa peralihan
Subordinat               = menerangkan,bagian yang memodifikasi
Kolektif                    = secara bersama-sama, secara gabungan
Konfliktual               = perselisihan, percekcokan
Mengartikulasi         = mengucapkan kata
Potensial                   = daya kemampuan,mempunyai kekuatan,kesanggupan,      kemampuan
Ranah                       = unsur yang dibatasi, bidang disiplin
Representasi             = perwakilan
Dikotomi                  = Pembagian dalam dua bagian
Ideologi                    = pandangan




No comments:

Post a Comment

Jina wajina lirik

 Jina wajina