RESUME
MEMBANGUN MASYARAKAT
MADANI
Diajukan untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen pengampu : Agus Salim, S.Ag., M.Pd.

Disusun Kelompok 10 :
1. Ahmad Baedlowi (211012)
2. Destian Dwi Saiful Umam (211032)
![]() |
FAKULTAS TARBIYAH 2A
Instutut Islam
Nahdlatul Ulama (INISNU) Jepara
Jalan Taman Siswa No. 09 Tahunan Jepara
Tahun Akademik 2011/2012
MEMBANGUN MASYARAKAT MADANI
Sejumlah ahli di Indonesia
menggunakan istilah yang berbeda untuk maksud serupa dalam menyebut masyarakat
sipil (civil society), sebagaimana yang dirumuskan oleh Dawam Raharjo:
Asing
|
Indonesia
|
Koinonia politike
(Aristoteles)
Societas Civitas
(Cicero)
Comonitas Civilis
Comonitas Politica
Societe Civile
(Tocquiville)
Bulgerlishe Gesellschaft
(Hegel)
Civil Society
(Adam Ferguson)
Civitas Etat
|
Masyarakat Sipil
(Mansour Faqih)
Masyarakat Warga
(Soetandryo Wignyosubroto)
Masyarakat Kewargaan
(Franz-Magnis Suseno
Dan M. Ryas Rasyid)
Masyarakat Madani
(Anwar Ibrahim, Nurcholis
Madjid, M. Dawam Rahardjo)
Civil Society (tidak
diterjemahkan)
(M. AS. Hikam)
|
Untuk pertama kali istilah “Masyarakat Madani”
dimunculkan oleh Anwar Ibrahim,
mantan perdana menteri Malaysia. Menurut Anwar Ibrahim, Masyarakat Madani
merupakan suatu sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang
menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat.
Sejalan dengan gagasan Anwar Ibrahim, Dawam
Rahardjo mendefinisikan masyarakat madani sebagai proses penciptaan peradapan
yang mengecu kepada nilai-nilai kebijakan bersama. Selanjutnya Dawam Rahardjo
menjelaskan dasar utama dari masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi
sosial yang didasarkan pda pedoman hidup, menghindarkan diri dari konflik dan
permusuhan yang menyebabkan perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan.
Sejalan dengan pandangan di atas menurut Azyumardi Azra, masyarakat madani lebih
sekedar gerakan pro-demokrasi. Kemudian Nurchalis
Madjid menegaskan bahwa makna masyarakat madani berakar dari kata “civility”
yang mengandung makna toleransi, kesediaan pribadi untuk menerima berbagai macam
pandangan politik dan tingkah laku sosial.
B.
Sejarah Pemikiran Masyarakat Madani
(Civil Society)
Konsep masyarakat madani lahir dari sejarah sosial Barat,
sebagaimana terlampir dalam tabel berikut:
Perkembangan konsep civil
society
Aristoteles
(394-322 SM)
· Masyarakat warga
·
Hidup di kota
·
Masyarakat politik
|
Thomas
Hobbes (1588-1831)
· Membedakan anta-ra
civil society dan state of nature
· State of nature: war of
every man against every man (homo homini lupus
· Civi society adalah
warga yang mela-kukan social con-tract dan membentuk kedaulatan yang wajib
ditaati dan melindungi hak mereka
|
G.W.F.
Hegel
(1770-1831)
·
Membedakan antara civil society dengan state
·
Civil society diben-tuk oleh system of needs yang
diope-rasikan dalam sys-tem produksi
·
Pertukaran state ada-lah the civil sphere of public
institution
·
Civil society mem-buru kepentingan pribadi, serakah,
bo-ros, kurang hangat, tidak kohesif
·
Civil society adalah Burgerlishe Gesellschaft
|
Antonio
Gramsci
(1891-1937)
·
civil society bukan hanya economic sphare
·
Civil society tidak hanya pendukung atau penolak
Nega-ra atau ideology dan kepentingan kelas berjuis
·
Civil
society punya ekonomi dan kepentingan sendiri berhadapan dengan negara sebgai
predominant by coersive apparatus
|
Cicero
(106-43 SM)
·
Masyarakat kota
·
Masyarakat beradab
·
Masyarakat hukum
|
John Locke
(1632-1704)
· Membedakan antara civil
society dengan political society dan state of nature
· Civil society adalah
economic society
|
Karl
Marx
(1818-1883)
·
Mengukuhkan
reduksi civil sicie-ty menjadi dimensi ekonomi
·
Percaya
pada withering away of the state, menjadi masyarakat tanpa Negara dan tanpa
kelas
·
Negara
adalah komite penyeleggara kepentingan kelas borjuis
|
Wuthow (1989)
Dari Tocquiville
(1805-1859)
·
Model tiga
sektor; sektor Negara, pasar, volutir
·
Ciri civil
society; voluntary, self genarting, selfsupporting, independent from the
state, lawabiding citizen
|
Thomas Aquinas (1226-1274)
· Comunitas civilis
· Comunitas politica
· Conterminous with the
state
|
Thomas Paine
(1737-1803)
·
Supremacy
of civil society
·
State is a
necessary evil
|
Pada masa Aristoteles (384-322 SM) civil society dipahami sebagai sistem
kenegaraan dengan menggunakan istilah koinonia
politika yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat
langsung dalam berbagai pencaturan ekonomi-politik dalam pengambilan keputusan.
Rumusan civil society selanjutnya dikembangkan
oleh Marcus tullius Cicero (106 - 43
SM) dengan istilah societies civillis yakni komunitas yang mendominasi
komunitas yang lain.
Rumusan civil society dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-)1679) dan John Locke (1632-1704), yang
memandangnya sebagai kelanjutan dari evolusi natural society. Menurut Hobbes,
sebagai entitas negara civil society mempunyai peran untuk meredam konflik
dalam masyarakat ia harus memiliki kekuasan mutlak.
Menurut John Locke, kehadiran civil society adalah
melindungi kebebasan dan hak milik setiap warga negara.
Fase
kedua, pada tahun 1767 Adam Ferguson
mengembangkan wacana civil society dengan konteks sosial dan politik di
Skotlandia. Ferguson lebih menekankan visi etis pada civil society dalam
kehidupan sosial.
Fase ketiga, pada tahun 1792 Thomas Paine mulai memaknai wacana
civil society sebagai sesuatu yang berlawanan dengan lembaga negara, bahkan ia
dianggap sebagai antitesa negara.
Fase keempat, wacana civil society selanjutnya dikembangkan oleh
GWF. Hegel (1770-1831 M), Karl Marx (1818-1883) dan Antonio Gramsci (1891-1837 M).
Hegel memandang civil society sebagai kelompok subordinatif terhadap
negara. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa dalam struktur sosia civil society
terdapat 3 entitas sosial: kelurga, masyarakat sipil, dan negara. Berbeda dengan Hegel, Karl Marx memandang
civil society sebagai masyarakat borjuis. Berbeda
dengan Marx, Antonio Gramsci tidak memandang masyarakat sipil dalam konteks relasi
produksi, tetapi pada sisi ideologis. Menurutnya civil society merupakan tempat
perebutan posisi hegemonik di luar kekuatan negara, aparat hegemoni mengembangkan
hegemoni unutk membentuk konsensus dalam
masyarakat.
Fase
kelima, wacana civil society sebagai reaksi terhadap madzhab Hegelian yang
dikembangkan oleh Alexis de Tocqueville
(1805-1859 M). Menurut Hegelian civil society merupakan suatu kelompok
penyeimbang kekuatan negara. Mengacu pada kekhasan budaya demokrasi rakyat
Amerika yang bercirikan plural, mandiri, dan kedewasaan berpolitik menurutnya
warga negara dimana pun akan mampu mengimbangi dan mengontrol kekuatan negara.
Berbeda
dari Hegelian, Tocqueville lebih menempatkan masyarakat sipil sebagai sesuatu
yang tidak apriori maupun tersubordinasi
dari lembaga negara. Sebaiknya civil society bersifat otonom dan memiliki
kapasitas politik yang cukup tinggi sehingga mampu menjadi kekuatan penyeimbang
terhadap kecenderungan intervensi negara atas warga negara. Artinya civil
society tidak hanya berorientasi pada kepentingan individual tetapi juga
memiliki komitmen terhadap kepentingan publik.
Mengelaborasi
pemikiran Alexis de Tocqueville dan Robert Wuthnow, Dawam mengilustrasikan bahwa
peranan pasar (market) sangat menentukan unsur-unsur dalam masyarakat madani
(negara dan hubungan sosial yang bersifat sakurela / voluntery) (model A).
Berbeda dengan pandangan ini, menurut Wuthnow, dalam hubungan antara
unsur-unsur pokok masyarakat madani, faktor voluntary sangat menentukan pola
interaksi antara negara dan pasar (model B).


Voluntary
State 25%
35%
40% Market
(Model A)
(Model B)
Seperti
dikatakan si depan bahwa tata pemerintahan yang baik itu merupakan suatu kondisi
yang menjamin adanya proses kesejajaran, kesamaan, kohesi, dan keseimbangan peran serta adanya saling mengontrol yang
dilakukan oleh tiga komponen yakni pemerintah, rakyat, dan usahawan yang berada
disektor swasta. Ke tiga komponen itu mempunyai tata hubungan yang sama dan se
derajat. Kesamaan derajat ini akan sangat berpengaruh terhadap upaya
menciptakan tata pemerintahan yang baik. Jika derajat ini tidak se banding,
atau tidak terbukti maka akan terjadi pembiasan.

Pemerintah
atau
Negara
Sektor
Swasta
Rakyat
(Gambar
pola hubungan tiga komponen good goverence)
Suatu ketika peran
sektor swasta ini bisa berada di atas. Hal ini bisa terjadi jika pembuat kebijakan
publik berkolusi dan tergoda untuk
memberikan akses yang loggar kepada
konglomerat atau usahawan swasta. Keadaan seperti ini akan memberikan warna
yang jelas terhadap corak dari sistem dan dan tata pemerintahan yang kolusiv
dan nepotis. Hal lain juga bisa
terjadi, jika kekuasaan negara melebihi dari tataran keseimbangan antara tiga
komponen tersebut. Kekuasaan negara berada posisi di atas dua komponen
tersebut, maka sistem sentralistik dan otokratis yang terjadi.

Sektor Pemeritah
Swast
Rakyat
(Gambar hubungan komponen moral dengan
ketiga komponen)
Agar suatu sistem dan tata cara dalam
mekanisme pemerintahan berada pada posisi seimbang selaras, kohesif, dan kongruen
dimana peran rakyat amat menentukan dapat terjadi, kedudukan komponen moral
dalam konstelasi hubungan antara tiga komponen dalam kerangka masyarakat madani
adalah berada di tengah-tengah yang bisa menghubungkan ke tiga komponen tersebut.
Seperti yang diperlihatkan dalam gambar berikut ini.

Pemerintah
Sektor Moral
Rakyat
Swasta
Komponen moral juga menyinari ketiga
komponen tersebut. Moral juga harus menjadi landasan bagi rakyat untuk berperan
dalam menciptakan tata pemerintahan yang baik. Demikian pula pada komponen
lainnya sektor swasta dan pemerintah. Moral merupakan operasionalisasi dari sikap dan pribadi seorang beragama.
Ajaran agama yang melekat pada pribadi-pribadi yang berada di ketiga komponen
tersebut. Dengan melaksanakan ajaran agamanya pada masing-masing komponen
tersebut, maka moral masing-masing pelaku akan berperan besar sekali dalam
menciptakan tata pemerintahan yang baik.

Moral
Sektor
Pemerintahan
Rakyat
Swasta
(Gambar, faktor moral sebagai pertimbangan
utama)
C. Karakteristik masyarakat madani
Ada beberapa unsur pokok yang harus dimiliki
masyarakat madani antara lain:
1.
Adanya wilayah publik yang bebas (free public sphare)
free public sphere adalah
ruang publik yang bebas sebagai sarana untuk mengemukakan pendapat warga
masyarakat.
2.
Demokrasi
Demokrasi adalah prasyarat mutlak lainnya bagi keberadaan
civil society yang murni (genuine).
3.
Toleransi
Toleransi adalah sikap saling menghargai dan menghormati
perbedaan pendapat
4.
Pluralisme
Menurut Madjid, pluralisme
merupakan pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban.
5.
Keadilan sosial
Keadaan sosial adalah adanya keseimbangan yang proporsional atas hak dan kewajiban setiap warga
negara.
D. Masyarakat
madani di indonesia
Indonesia memiliki tradisi kuat civil society bahkan jauh
sebelum negara berdiri, masyarakat sipil telah berkembang pesat yang diwakili
oleh kiprah beragam organisasi sosial keagamaan dan pergerakan nasional dalam
perjuangan merebut kemerdekaan.
Terdapat beberapa strategi yang ditawarkan
kalangan ahli tentang bagaimana seharusnya bangunan masyarakat madani bisa
terwujud di Indonesia
pertama, pandangan integrasi nasional dan politik.
Kedua, pandangan reformasi sistem politik
demokrasi, yakni pandangan yang menekankan bahwa untuk membangun demokrasi
tidak usah terlalu bergantung pada pembangunan ekonomi.
Ketiga, paradigma membangun masyarakat madani
sebagai basis utama pembangunan demokrasi.
Bersandar pada tiga paradigma diatas, pengembangan
demokrasi dan masyarakat madani selayaknya tidak hanya bergantung pada salah
satu pandangan tersebut. Sebaliknya untuk mewujudkan masyarakat madani yang
seimbang dengan kekuatan negara dibutuhkan gabungan strategi dan paradigma.
Setidaknya tiga paradigma ini bisa dijadikan acuan dalam pengembangan demokrasi
di masa transisi sekarang melalui
cara:
1.
Memperluas golongan menengah melalui pemberian
kesempatan bagi kelas menengah untuk berkembang menjadi kelompok masyarakat madani
yang mandiri secara politik dan ekonomi.
2.
Mereformasi sistem politik demokrasis melalui
pemberdayaan lembaga-lembaga demokrasi yang ada berjalan sesuai prinsip
demokrasi.
3.
Penyelenggaraan pendidikan politik (pendidikan
demokrasi) bagi warga negara secara keseluruan.
Tentang masyarakat madani Indonesia masih
merupakan lembaga-lembaga yang dihasilkan oleh sistem politik represif.
Menurut AS. Hikam, karakter masyarakat madani di
Indonesia masih sangat tergantung terhadap negara sehingga selalu berada pada posisi
subordinat, khususnya bagi mereka yang berada pada strata sosial bawah.
E. Gerakan sosial untuk memperkuat masyarakat madani
Definisi dan posisi gerakan sosial
Gerakan sosial oleh Diani
dan Bison dalam Gerakan Sosial Wahana Civil Society Bagi Demokrasi,
didefinisikan sebagai, sebentuk aksi kolektif dengan orientasi konfliktual yang jelas terhadap lawan sosial dan
politik tertentu. Selanjutnya dijelaskan, gerakan sosial tidak hanya melibatkan
aksi kolektif terhadap suatu masalah bersama, namun juga dengan jelas
mengidentifikasikan target aksi dan mengartikulasikan dalam konteks sosial
maupun politik tertentu. Sementara Iwan
Gardono , mendefinisikan, gerakan sosial sebagai aksi organisasi atau
kelompok masyarakat sipil dalam mendukung atau menentang perubahan sosial.
Dalam pandangan lain Herberle
mengatakan bahwa gerakan sosial pada
dasarnya adalah bentuk perilaku politik kolektif non kelembagaan yang secara potensial
berbahaya karena mengancam stabilitas
cara hidup yang mapan.
Selanjutnya Iwan
Gardono membagi gerakan sosial menjadi “ Old social Moviment” yang
memfokuskan pada isu yang berkaitan dengan materi dan “ New Social Movement”
yang lebih berkaitan dengan ide atau nilai.
Gerakan sosial dapat dipadankan dengan perubahan sosial
atau masyarakat sipil yang didasari oleh 3 ranah yaitu negara,
perusahaan/pasar, dan masyarakat sipil. Berdasarkan pembagian ini maka terdapat
“gerakan politik” yang berada di ranah negara dan “gerakan ekonomi” diranah
ekonomi.
F. Tipologi
Gerakan Sosial dalam Masyarakat Madani
Gerakan sosial yang beragam dapat disederhanakan
berdasarkan “besarnya perubahan sosial yang dikehendaki seperti tipologi yang
sisusun oleh David Aberle dalam “Gerakan Sosial Wahana Civil Society bagi
Demokrasi” oleh Darmawan Triwibowo, berikut ini”
Besaran
|
Tipe
|
|
Perubahan
Perorangan
|
Perubahan Sosial
|
|
Sebagian
|
Alternative Movement
|
Revormasi
Movement
|
Menyeluruh
|
Redemptive Movement
|
Transformasi
Movement
|
Alternative
movement berupaya untuk megubah sebagian perilaku
orang, seperti tidak merokok. Sementara redemptive
movement mencoba mengubah perilaku seseorang secara menyeluruh, seperti
dalam bidang keagamaan. Revormative
moviment mencoba mengubah masyarakat namun dengan ruang lingkup terbatas seperti
gerakan persamaan hak kaum perempuan. Transformasi
movement adalah gerakan yang mencoba mengubah masyarakat secara menyeluruh
seperti gerakan gerakan komunis di Kamboja.
Masyarakat sipil sulit dipahami jika tidak dikaitkan
dengan institusi atau organisasi yang menjadi representasi di dalam kehidupan masyarakat.Seperti organisasi non pemerintah.
Istilah organisasi non pemerintah adalah
terjemahan harfiah NGO yang telah lama dikenal dalam pergaulan internasional.
Namun saat dialihbahasakan dari NGO menjadi organisasi non pemerintah dalam
sebuah Konferensi Wahana Lingkungan Hidup Indonesi(Walhi) pada 1976, pemerintah
bereaksi keras. Beberapa aktivis juga kurang "sreg" dengan istilah
itu karena dinilai merujuk pada dikotomi ideologis maupun politis antara
pemerintah dan non pemerintah.
Perkembangan kemudian muncul istilah Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), (Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM) dan
Lembaga Pembinaan Swadaya Masyarakat (LPSM).
Masalah kemudian muncul jika organisasi non pemerintah
dihadapkan dengan organisasi kemasyarakatan (Ormas). Berdasarkan UU Nomor 8
Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan yang dimaksud dengan Ormas adalah
semua organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara Republik
Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi,, fungsi,
agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan YME, untuk berperan serta dalam
pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah negara kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila.
Baik Ormas mupun organisasi non pemerintahan adalah wadah
warga, rakyat, masyarakat untuk berekspresi dan mengekspresikan pikiran di
tengah masyarakat, bangsa, dan negara. Namun ada beberapa perbedaan diantara
keduanya, yang diklasifikasian oleh Adi Suryadi Cula, secara ringkas dapat
dilihat pada tebel berikut:
ORMAS
|
ORGANISASI NON PEMERINTAH
|
Semua organisasi yang dibentuk oleh masyarakat sebagai warga negara
untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional(UU
No. 8/ 1985)
|
Wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat (irmendagri No.8/1990)
|
Perkumpulan orang yang bekerja sama secara terlembaga melalui
struktur yang ketat terorganisasi.
|
Kelompok-kelompok masyarakat baik yang terorganisir maupun tidak,
dengan struktur tidak harus rumit
|
Kepengurusan organisasi berjenjang dan subordinat, khususnya antara
pusat dan cabang.
|
Kepegurusan organisasi lebih terbuka, kenyal dan tidak formal,
termasuk hubungn antara organisasi dan
cabang serta pengurus daerah
|
Umumnya memiliki susunan keanggotaan sangat ketat, terdaftar, dan
mengikat.
|
Tidak harus memilki
keanggotakan mengikat.
|

Lembaga eksekutif
Birokrasi
Militer
Polisi STATE


Legislatif Regulasi

Ormas Regulasi
Partai Politik
Orsos Pasar
Modal
Ormop
CIVIL SOCIETY MARKET
Organisasi Buruh
Gerakan
Sosial ECONOMIC SOCIETY
Organisasi Profesi Perusahaan
![]() |
Area interaksi antara civil
society,political society, state, dan economic society

Info
Bahasa
Kamus Kecil
Entitas =
satuan yang berwujud, wujud
Evolusi = perubahan
Etis = Lapangan baik buruk, sesuai dengan
etika
Antitesa = pertentangan yang benar-benar
Subordinatif = Kekuatan politik yang saling
bertarung, kedudukan bawahan
Borjuis =
Orang beruang, bangsawan
Relasi =
hubungan
Hegemonik =
Pengaruh kekuasaan yang lebih besar
Konsensus =
kesepakatan atau pemufakatan bersama yang dicapai melalui kebulatan
suara
Plural =
beraneka ragam
Apriori =
Beranggapan sebelum mengetahui
Otonom = Berdiri sendiri
Intervensi = Campur tangan
Komitmen = Keterikatan untuk melakukan
sesuatu
Mengelaborasi =
Menggarap sesuatu secara tekun dan cermat
Kohesi =
Hubungan yang erat
Pembiasan =
penyimpangan
Kolusi =
Bersekongkol, kerja sama rahasia untuk maksud tidak terpuji
Sentralistik = Berorientasi ke pusat
Otokratik = Kekuasaan mutlak
Konstelasi = Seluk beluk sesuatu
Operasionalisasi = Pelaksanaan rencana yang dikembangkan
Proporsional =
sebanding, seimbang, berimbang
Integrasi = Kesatuan yang utuh
Reformasi =
perubahan secara drastis untuk perbaikan
Paradigma = Kerangka berfikir
Represif =
Menekan,mengekang, menahan, atau menindas
Transisi =
masa peralihan
Subordinat =
menerangkan,bagian yang memodifikasi
Kolektif =
secara bersama-sama, secara gabungan
Konfliktual =
perselisihan, percekcokan
Mengartikulasi =
mengucapkan kata
Potensial = daya kemampuan,mempunyai
kekuatan,kesanggupan, kemampuan
Ranah =
unsur yang dibatasi, bidang disiplin
Representasi = perwakilan
Dikotomi = Pembagian dalam dua bagian
Ideologi = pandangan
No comments:
Post a Comment